Latest Entries »

Tanggal 9 juli 2012 merupakan hari Pertama MOS SMP Taman Dewasa Prigen dan SMA Taman Madya Prigen yang diadakan di Perguruan Tamansiswa Prigen. Dalam pelaksanaannya MOS (Masa Orientasi Siswa) di Perguruan Tamansiswa Prigen dilaksanakan dengan cara pendidikan, maksudnya dalam pelaksanaannya MOS yang diadakan di Perguruan Tamansiswa Prigen dititik beratkan pada kedisiplinan tapi secara mendidik, tak ada kekerasan tapi lebih pada pemahaman pada siswa – siswi untuk lebih meningkatkan kedisiplinan diri, dan supaya para siswanya nantinya bisa menjadi generasi penerus yang siap nantinya menjadi generasi terbaik bangsa. Karena kita tahu generasi sekarang ini lebih menyerap budaya barat  yang cenderung bebas daripada  budaya timur yang lebih mementingkan adat kesopanan.

Maka sebagai warisan dari para Pahlawan , Tamansiswa Prigen merasa mempunyai kewajiban untuk mengembalikan nilai positif budaya timur untuk diterapkan ke para siswa khususnya di Tamansiswa Prigen untuk menanggulangi gelombang budaya barat yang seperti menjajah budaya timur. Acara MOS di Perguruan Tamansiswa Prigen merupakan sarana awal dalam pendidikan siswa untuk menyiapkan mental para siswa dalam mengarungi pendidikan formal pada ajaran terbaru. Dalam pelaksanaan MOS , Perguruan Tamansiswa Prigen mengundang Kepolisaian untuk membantu pelaksanaan MOS. Tugas Kepolisian di Tamansiswa Prigen ini sebagai sumber informasi tentang Bahaya NARKOBA bagi siswa , karena kami menyadari bahwa NARKOBA  merupakan Bahaya yang samar yang bisa mengacam semua kalangan. Bahaya Narkoba bisa terjadi karena coba-coba, maka dianjurkan jangan pernah coba – coba masalah Narkoba. Disini juga dijelaskan akibat – akibat jika sudah terkena Narkoba yang lebih berdampak negatif daripada positifnya. Dan juga Kepolisian menjelaskan budaya barat seperti sex bebas, mabuk, dan contoh buruk lainnya yang bisa menghancurkan para siswa pada khususnya dan juga Negara.
Pada Hari selanjutnya Perguruan Tamansiswa Prigen mendatangkan DANRAMIL, tujuannya yaitu mendidik kedisiplinan dan bagaimana cara baris berbaris yang benar. Hal ini penting sekali untuk membentuk siswa yang berkualitas dan pada nantinya membentuk generasi muda yang potensial untuk bangsa dan negara. Karena di pandang penting maka Perguruan Tamansiswa Prigen melaksanakan hal ini dengan mendatangkan DANRAMIL yang merupakan salah satu Tonggak Pertahanan Bangsa (TNI) . Mereka ( DANRAMIL)  merupakan senior yang sudah di ajarkan masalah kedisplinan terlebih dahulu, jadi mereka merupakan salah satu guru masalah kedisiplinan.
Acara MOS di Perguruan Tamansiswa Prigen memang berbeda dengan MOS disekolah lain. Karena didalam MOS kita bentuk bukan hanya pengenalan siswa baru atau ajang seenaknya senior kepada junior , tapi lebih pada mempersiapkan siswa yang punya kediplinan, bertanggung jawab dan bermoral dalam mengarungi Tahun pendidikan terbaru.

PUASA RAMADHAN MEMBENTUK KARAKTER ANAK BANGSA

OLEH : KI. SONHAJI MUTIALLAH, M. MPd

(Diterbitkan Radar bromo, 28 Juli 2012)

Banyak pihak yang menilai bahwa proses pendidikan di Indonesia saat ini kurang memberi penekanan terhadap pembentukan karakter siswa. Pendidikan di Indonesia  masih dianggap lebih menekankan aspek kognitif semata. Munculnya berbagai peyimpangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini  ditengarai produk dari pola pendidikan yang mengabaikan pembangunan karakter peserta didik. Tentu saja penilaian ini dirasakan kurang adil karena  banyak faktor terkait dengan pembentukan karakter seorang anak. Namun demikian bagi lembaga pendidikan tentunya penilaian semacam ini dapat menjadi kritik guna melakukan  pembenahan  pola didik terhadap siswa. Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga(kemenegpora) telah menggulirkan program pembangunan karakter. Program ini difokuskan pada pendidikan karakter bagi generasi muda di Indonesia. Bahkan kemenegpora mengucurkan anggaran sekitar 10 miliar untuk pelaksanaan program itu, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Pemerintah merasa prihatin karena dewasa ini pendidikan karakter seringkali dilupakan. Akibatnya muncul berbagai permasalahan sosial seperti kenakalan remaja, korupsi, kasus SARA, kemiskinan dan sebagainya.

Namun, berbicara masalah karakter seperti kita manaiki tangga yang tidak berujung dengan membawa beban yang berat. Artinya, tugas untuk membangun karakter ini tidak pernah selesai melainkan harus selalu diulang, diingatkan dan dibina terus-menerus dan perlu keteladanan semua pihak, baik orangtua, guru, dan masyarakat.

Membangun karakter idealnya dimulai dari usia dini karena pada usia seperti itu pemahaman konsep dan penanaman nilai mudah diberikan dan anak belum banyak terpengaruh oleh polusi lingkungan sekitarnya.

Karakter seseorang secara umum dapat terwujud dalam perilaku cerdas, jujur, peduli, dan tangguh. Kecerdasan seorang anak akan terlihat ketika dapat mengamati perbedaan maupun fakta yang ada di sekitarnya. Intinya kecerdasan adalah kemampuan untuk mengamati dan membuat analisa dari setiap masalah yang dihadapi. Kecerdasan merupakan hasil dari olah cipta seseorang.

Aspek jujur dalam perilaku anak adalah berani berkata apa adanya dan berpikir lurus. Keteladanan orangtua sangat penting karena anak sudah terbiasa berkata dan berperilaku jujur sejak dari rumah. Aspek jujur ini merupakan hasil dari olah karsa yang dimiliki seorang anak.

Seorang anak yang memiliki sifat peduli sangat disenangi teman-temannya karena anak tersebut memiliki tingkat perhatian yang tinggi dan mau berbagi kesenangan dengan sesama. Anak harus dilatih untuk memiliki sifat empati artinya ikut merasakan apa yang orang lain rasakan. Aspek peduli ini merupakan pengembangan dari olah rasa seorang anak.

Disamping itu, anak harus dibina untuk berani mengatakan sesuatu dan tidak cengeng serta tidak terlalu banyak menuntut tapi bisa berprestasi. Aspek yang demikian memiliki ketangguhan yang merupakan hasil dari olah rasa pada diri anak. Kita percaya dengan membangun karakter yang baik sejak dini akan menumbuhkan generasi yang smart, amanah dan dapat membawa bangsa ini menuju yang lebih baik.

Bulan Ramadhan tampaknya momen yang baik bagi sekolah guna menyelenggarakan kegiatan yang dapat membangun karakter positif siswa. Salah satu kegiatan yang rutin di bulan Ramadhan adalah Pesantren kilat atau Pondok Ramadhan. Pada acara Pondok Ramadhan ini diisi dengan kegiatan keagamaan, mulai shalat , tadarus/ baca alquran, cerama agama oleh guru agama di sekolah atau mendatangkan Ustat  dari luar sekolah, lomba membuat kaligrafi, puisi, cerdas –cermat dan banyak lagi kegiatan lain yang bernuansa islami yang kreatif dan mendidik. Melalui Pesantren kilat guru dapat memasukkan nilai-nilai positif kepada siswa. Keterlibatan guru dalam kegiatan inidapat menjadi  motivasi untuk meningkatkan kompetensi kepribadian dan sosial sehingga menjadi sosok yang pantas  menjadi teladan bagi siswanya.

Di bulan Ramadhan dengan berpuasa  siswa diajak meningkatkan rasa empati dan simpati kepada sesama yang nasibnya belum beruntung. Bukankah dengan berpuasa mereka juga merasakan bagaimana rasanya hidup dalam kekurangan. Dengan demikian diharapakan tumbuh dalam diri siswa  kepekaan sosial untuk saling berbagi. Melalui puasa, siswa diajak agar mempunya kepribadian yang sabar, tahan terhadap godaan dan menjunjung tinggi kejujuran.

Penanaman sikap toleransi di bulan Ramadhan tentunya sangat diperlukan. Siswa yang tidak menjalankan ibadah puasa menghormati kepada siswa yang berpuasa. Sebaliknya siswa yang berpuasa hendaknya tidak mencela kepada siswa yang tidak berpuasa  karena alasan keyakinan atau alasan lainnya.  Di sini sikap saling menghormati , toleransi dan cinta damai selalu dibina.

Munculnya sikap-sikap merasa benar sendiri, menganggap orang yang tidak sepaham sebagai lawan yang layak diperangi  perlu diwaspadai oleh para guru. Melalui penanaman nilai-nilai agama secara benar dan kesadaran tentang adanya keberagaman dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, siswa diajak untuk lebih toleran dan cinta damai.

Di akhir Ramadhan sekolah dapat  menyelenggarakan kegiatan pembagian zakat fitrah dengan melibatkan siswa. Melalui kegiatan ini siswa di asah kecerdasan sosialnya. Sikap kasih sayang, peduli terhadap sesama perlu ditunjukkan dengan kegiatan nyata. Dengan melibatkan siswa dalam pengumpulan dan pembagian zakat fitrah siswa belajar bagaimana mereka berinteraksi sosial terhadap lingkungan di sekitar sekolah. Dalam kegiatan ini siswa juga dilatih mengorganisasi sebuah kegiatan sosial kegamaan dan mendalami kehidupan sesama yang kurang  mampu.

Bagi sekolah tampaknya tidak sepantasnya bulan Ramadhan berlalu begitu saja tanpa kegiatan yang  yang bermanfaat. Bulan Ramamadhan merupakan momen yang tepat sekolah melakukan kegiatan-kegiatan yang mampu memperbaiaki karakter siswa.

Allah dengan sengaja mendesain ibadah puasa sebagai wadah untuk riyadhah(pelatihan); artinya melatih diri untuk dapat menghindar dari sikap, sifat dan perbuatan yang dibenci Allah. Tujuan utama dari puasa ini yaitu menjadikan insan takwa.Takwa adalah perbuatan hamba yang senantiasa menjaga dirinya dari kemarahan/azab Allah. Takwa merupakan buah keimanan yang tulus dan ikhlas kepada Allah disertai dengan amal shalih sehingga masuk kategori muflihun(orang-orang yang beruntung) bukan khasirun (kelompok yang merugi).

Karakteristik orang bertakwa disebutkan lagi dengan rinci dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah:177. ” bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” Bahwa yang dikatakan takwa kepada Allah itu tidak cukup dengan sekedar melaksanakan shalat, namun diiringi dengan perbuatan baik atau kebajikan seperti bunyi ayat di atas. Yang demikianlah yang disebut dengan orang yang memiliki karakter Qurani.

Mudah-mudahan dengan Puasa Ramadhan akan tumbuh  anak bangsa yang berkarakter positif dan berkarakter Qurani yang nantinya diharapkan mampu membawa bangsa ini kepada bangsa yang bermartabat. Bangsa yang menjunjung tinggi kejujuran, toleransi, anti korupsi dan cinta damai.

 

Penulis

Kepala sekolah SMP Taman Dewasa Prigen

Hp: 081333954053

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DINASTI KEPEMIMPINAN DALAM PEMILU KADA

Oleh : Ki Sonhaji Mutiallah, M. MPd

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), telah berlangsung di beberapa daerah di Indonesia. Ada kurang lebih 244 daerah yang akan mengggelar pemilukada, Baik itu memilih Gubernur, Bupati, Walikota dan wakilnya. Beberapa problem teknis dalam pemilukada selalu saja terjadi, mulai dari pembentukan penyelenggara pemilu (Panwas dan KPU) yang tidak transparan  dan di kondisikan oleh salah satu penguasa, mahalnya pendanaan pilkada, persoalan DPT, money politics, pilkada ulang, kini bertambah lagi satu permasalahan yang sangat ironis sekali di tengah-tengah bangsa Indonesia sedang membangun Demokrasi yang terbuka. Yakni munculnya kerabat penguasa(incumbent) yang ikut dalam pemilukada baik pemilu gubernur, bupati dan walikota, dengan tujuan       melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti politik keluarga di ’kerajaan’ daerah.

Munculnya calon-calon kepala daerah yang berasal dari ikatan satu darah atau keluarga dengan pejabat incumbent, tentu akan membawa dampak bagi keberlangsungan pelaksanaan pemilukada di daerah. Lihat faktanya, di Bali Eka Wiryastuti (anak Bupati Tabanan Bali Adi Wiryatama) berkompetisi dalam pemilukada menggantikan bapaknya. Di Lampung Rycko Menoza(anak Gubernur Lampung Sjachroedin) menjadi calon Bupati Lampung Selatan. Di Kabupaten Way Kanan ( putra Bupati Way Kanan Agung Ilmu Mangku negara) mencalonkan diri menggantikan ayahnya. Kemudian Arisandi Dharmawan(anak Bupati Tulang Bawang ) mencalonkan diri menjadi bupati Pesawaran. Di Kota Bandar Lampung Heru Sambodo, (anak Ketua Golkar Lampung Alzier Dianis Tabrani ) membidik kursi wali kota. Di Kepulauan Riau, Aida Nasution (istri Gubernur Ismeth Abdullah) mencalonkan diri menggantikan kursi suaminya. Di Yogyakarta Sri Suryawidati(Istri Bupati Bantul Idham Samawi) tak mau kalah ketinggalan maju menjadi calon bupati meneruskan kursi suami. Di Kalimantan Timur, Awang Ferdian Hidayat, putra gubernur Awang Farouk, mencalonkan diri jadi Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), bersaing dengan Rita Widyasari anak mantan Bupati Kukar Syaukani, yang pernah dipenjara karena kasus korupsi yang kemudian dibebaskan karena dianggap mengidap sakit permanen. Pembebasan ini kemudian menuai kontroversi.

Di Propinsi Jawa timur juga terjadi calon kepala daerah yang juga berasal dari ikatan keluarga dengan pejabat penguasa., misalnya di Sidoarjo, mantan Bupati Win Hendarso yang sebelumnya menyiapkan orang dekatnya , Bambang Julianto ( Kepala Dinas PU dan Bina Marga Sidoarjo) maju menjadi cabub menggantikan dirinya. Tapi , Win kelimpungan ketika Bambang meninggal. Akhirnya Win memunculkan nama istrinya sebagai calon yang di jagokan, meskipun istrinya tidak kredibel dan tidak pernah terjun ke politik, akhirnya masyarakat Sidoarjo tidak menjatuhkan pilihan pada istri Bupati, maka gagalah istri bupati memegang tahta kepemimpinan di kabupaten Sidoarjo.

Di kabupaten Kediri ada dua istri (istri tua vs istri muda) yang berebut kursi bupati menggantikan suaminya. Mereka adalah Haryanti dan Nurlaila. Haryanti adalah istri sah dari Bupati Kediri Sutrisno. Dengan statusnya ini Haryati lebih beruntung dari pada Nurlaila, karena lebih banyak dukungan dari suami. Keduanya memang bersaing untuk mencari perhatian sang suami, kalau dulu persaingan dalam merebutkan kasur sedang dalam pemilukada  yang direbutkan adalah  jabatan bupati. Dalam persaingan kasur tentu bupati lebih memilih Nurlaila karena lebih mudah dan masih kinyis-kinyis, tapi dalam persaingan politik untuk menduduki tahta di Kabupaten Kediri sang suami tidak main-main beliau lebih memilih yang berpengalaman dan kredibel yaitu Istri tuanya, akhirnya  Haryantilah yang jadi pemenang pemegang tahta kepemimpinan di Kabupaten kediri.

Di Kabupaten tetangga kita Probolinggo ,sedang berlangsung Pemilukada  yang diikuti oleh Istri dari Hasan Aminuddin, Bupati Probolinggo periode 2007 -20012. Hasan memunculkan istrinya , Puput Tantriana Sari atau sering dikenal dengan Tantri Hasan Aminuddin sebagai bakal calon (balon) bupati, begitu juga kakak kandungnya Hafidz Aminuddin ketua DPC PKB Probolinggo maju sebagai balon bupati, sehingga masyarakat Probolinggo menjuluki ”Dinasti Aminuddin”. Majunya istri dan kakak kandung Hasan Aminuddin menjadi perhatian publik di Probolinggo. Dari pengamatan saya munculnya dua candidat bacabup Probolinggo, Istri Hasan Aminuddin dan kakak kandungnya Hafidz Aminuddin akan menguntungkan dan melanggengkan ”Dinasti Aminuddin”, karena bisa memecah suara pemilih di Probolinggo, dan ini adalah bagian dari strategi politik. Tapi, kalau keduanya sama –sama berambisi untuk menjadi yang terkuat, Istri bupati, Tantri Hasan Aminuddin masih yang lebih unggul bila dibandingkan dengan Kakak iparnya. Sebab istri bupati sudah punya dua  poin diatas kakak iparnya. karena sudah banyak dikenal di seluruh wilayah probolinggo, selain menjadi ketua Tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga  (PKK) Kabupaten Probolinggo,  kemanapun suaminya pergi beliaunya selalu mengikuti sehingga penampakan wajahnya sudah tidak asing bagi masyarakat di Probolinggo inilah Promosi “gratis” ini poin pertama. Selain itu trek rekord sang suami sudah tidak di ragukan lagi . Dua kali putaran memimpin Kabupaten Probolinggo dan membawa kemajuan yang cukup pesat bagi Kabupaten Probolinggo. Masyarakat kita masih berpandangan bahwa kesuksesan suami ”Hasan Aminuddin” tidak lepas dari pendampingan sang Istri, inilah poin kedua, yang di kantongi oleh Tantri Hasan Aminudin . Dibandingkan dengan sang Kakak ipar yang masih di bilang pendatang baru, walupun menjadi ketua DPC PKB Probolinggo. Tapi, Hasan Aminuddin harus belajar dari Pemilu kada Kabupaten Pasuruan periode 2008-2013, dimana kuda hitam pasangan Dade Angga –Edy Paripurna (DAdi), yang di dukung oleh Partai PDIP dan partai gurem atau dalam barisan PERISAI yang memenangkan pemilu. Mengalahkan Dua Pasangan, Jusbakir-Joko Cahyono (JUJUR) dan pasangan Muzammil – Jubaidi (JA-DI) . Perlu diketahui bahwa,  Jusbakir, Joko, Muzammil, dan Jubaidi adalah tokok sentral di partai PKB, akibatnya dalam Pemilukada 2008-20013, suara PKB pecah jadi dua, maka menanglah si kuda hitam Pasangan Dade Angga- Edy Paripurna. Apakah kasus di pasuruan akan terulang di Kabupaten Probolinggo?. Masyarakat Probolinggo masih mengakui,  “Hasan Aminuddin” sebagai  Tokoh dari Partai PKB Kabupaten Probolinggo, dan dua kali menjadi bupati Kabupaten Probolinggo juga di berangkatkan dari partai PKB. Walaupun sekarang sudah menjadi ketua NASDEM Propinsi Jawa Timur, beliaunya masih tetap di tokoh kan oleh orang-orang PKB di sana. Tapi,  sekarang belianya memunculkan dua orang dekatnya, maka bingunglah masyarakat pemilih yang dulu menggap Hasan Aminuddin itu orang PKB. Mau pilih Kakaknya Hafidz yang merupakan Ketua DPC PKB atau memilih  istrinya . Jelas suara masyarakat yang fanatik dengan Bupati Hasan Aminuddin akan terbelah menjadi dua, maka yang di untungkan adalah kuda hitam, yaitu cabub lain.

JABATAN TURUNAN

                        Fenomena majunya calon kepala daerah yang mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat sebelumnya atau incumbent sebenarnya sangat ironis. Hal ini menandakan bahwa kursi kepala daerah adalah jabatan yang menguntungkan, membawa berkah dan bisa dijadikan sarana untuk mengeruk kekayaan serta melanggengkan kekuasaan untuk diturunkan kepada istri, saudara hingga anak-cucu. Karena strategi  ini cukup ampuh untuk mempertahankan kekuasaan, sebab bupati yang sudah menjabat dua periode tidak bisa mencalonkan diri lagi karena dibatasi oleh aturan. Maka, jauh-jauh hari sebelum dirinya lengser harus menyiapkan ”penggantinya”. Sebenarnya tidak ada larangan keluarga pejabat incumbent yang ikut dalam bursa pencalonan Gubernur, bupati, walikota, asal kredibel dan kualified . Tapi yang dikhawatirkan adanya penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk tujuan sang calon yang notabene mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pejabat incumbent.

Pemilukada saat ini penuh misteri. Di satu sisi , rakyat kian apatis dan tidak peduli sehingga tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilukada cenderung turun. Apatisme masyarakat ini justru dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu meraih jabatan dan kekayaan. Mereka adalah orang-orang yang ingin melanggengkan kekayaan dan kekuasaan agar tetap jatuh kepada garis keluarganya. Ini merupakan problem teknik pemilukada  selain, problem transparansi pembentukan penyelenggara pemilu, persoalan DPT, money politik, pilkada ulang dan juga pendanaan dalam pemilu kada. Persaingan antara aristokrat (kerabat penguasa) dalam melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti  politik keluarga incumbent.

Regenerasi kepemimpinan politik lokal yang berbasis pada kekerabatan ini lambat tapi pasti akan menggeser isu demokrasi ke aristokrasi. Wacana politik akan kian elitis karena tak ada lagi kompetisi yang seimbang dan fair antara calon orang biasa dan ” orang luar biasa”. Calon yang mempunyai hubungan keluarga dengan incumbent pasti akan lebih diuntungkan ketimbang calon lain.

Menurut Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam bukunya Patrons, Clients and Friends: Interpersonal Relations and the structure of trust in Society, ada empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elite-elite politik di suatu negara.

Pertama, kepercayaan (trusty) ini lebih disebabkan karena kerabat lebih dipercaya dan tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan. Kedua, loyalitas (loyality) kerabat akan jauh memiliki loyalitas tinggi dalam konteks menjalankan semua tugas politik terutama dalam hal menjaga wibawa dan kehormatan kerabat besar ketimbang orang lain. Ketiga, solidaritas (solidarity) kerabat dipastikan jauh memiliki tingkat solidaritas yang tangguh  terutama dalam menolong keluarga besar dari kebangkrutan kekuasaan dan kekayaan ketimbang mereka yang bukan dari kalangan kerabat. Keempat, proteksi (protection) ini terkait dengan model mempertahankan gengsi dan kehormatan keluarga besar. Mereka yang berasal dari keluarga yang sama akan cenderung mampu menjaga apa yang telah dimiliki keluarga ketimbang orang lain.

Mewariskan jabatan atau kekuasaan politik secara prosedural melalui pelaksanaan pemilukada, apakah itu kursi gubernur, bupati atau walikota kepada istri, anak, menantu atau saudara yang hanya berputar di kalangan kerabat penguasa (incumbent) tidaklah melanggar hukum, karena tidak diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 juncto UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pemilukada. Namun praktek ini jelas melanggar etika politik, kepatuhan, dan norma umum. Karena model ini jelas akan menyumbat regenerasi calon pemimpin politik lokal berdasar pada kompetisi yang fair yang seharusnya bertumpu pada rekam jejak keilmuan, kemampuan dan integritas moral. Jangan sampai pemilukada hanya menjadi ritual demokrasi prosedural untuk melestarikan aristokrasi yang melahirkan raja-raja kecil di ”kerajaan ” daerah.

Diperlukan Proteksi

Untuk itu perlu adanya aturan larangan secara formal, bahwa anggota keluarga, terutama istri dan anak petahana(incumbent) maju mencalonkan diri menjadi gubernur, bupati, walikota dan wakilnya dalam pemilu kada. Pelarangan ini sudah ditegaskan presiden SBY dalam konteks pilkada (jawa pos, 25/6). Pemerintah juga mengusulkan melalui RUU pilkada, tentang pembatasan bagi kerabat petahana untuk maju menjadi calon kepala daerah. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada akan diatur tegas tentang politik dinasti atau politik kekerabatan. ” Dalam RUU Pilkada, pemerintah ingin mewujudkan suatu kompetisi pilkada yang dinamis, namun tetap mengaktualisasikan nilai-nilai kesetaraan, dimana perlu adanya pembatasan bagi seorang calon yang merupakan keturunan atau terdapat ikatan perkawinan dengan kepala daerah  petahana,” Dikatakan Menteri Dalam Negeri, Gumawan Fauzi, di Jakarta, (12/6). Gumawan, mampu menjamin suatu kompetisi yang setara, dimana seorang kepala daerah tidak memobilisasi jajaran pemerintah daerah untuk kepentingan dukungan bagi calon yang memiliki darah ” atau punya hubungan perkawinan dengan yang bersangkutan ” . Sementara itu, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, menilai politik dinasti telah merusak regenerasi. Apalagi, bila politik dinasti itu tak mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas.

Penulis adalah Ex-Panwas pilkada 2008, Panwaslu Pileg & Pilpres 2009.

Kabupaten Pasuruan.

Alamat : Jl. Mawar 02 Ledug Prigen Pasuruan

Hp : 081333954053.

DINASTI KEPEMIMPINAN DALAM PEMILU KADA

Oleh : Ki Sonhaji Mutiallah, M. MPd

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), telah berlangsung di beberapa daerah di Indonesia. Ada kurang lebih 244 daerah yang akan mengggelar pemilukada, Baik itu memilih Gubernur, Bupati, Walikota dan wakilnya. Beberapa problem teknis dalam pemilukada selalu saja terjadi, mulai dari pembentukan penyelenggara pemilu (Panwas dan KPU) yang tidak transparan  dan di kondisikan oleh salah satu penguasa, mahalnya pendanaan pilkada, persoalan DPT, money politics, pilkada ulang, kini bertambah lagi satu permasalahan yang sangat ironis sekali di tengah-tengah bangsa Indonesia sedang membangun Demokrasi yang terbuka. Yakni munculnya kerabat penguasa(incumbent) yang ikut dalam pemilukada baik pemilu gubernur, bupati dan walikota, dengan tujuan       melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti politik keluarga di ’kerajaan’ daerah.

Munculnya calon-calon kepala daerah yang berasal dari ikatan satu darah atau keluarga dengan pejabat incumbent, tentu akan membawa dampak bagi keberlangsungan pelaksanaan pemilukada di daerah. Lihat faktanya, di Bali Eka Wiryastuti (anak Bupati Tabanan Bali Adi Wiryatama) berkompetisi dalam pemilukada menggantikan bapaknya. Di Lampung Rycko Menoza(anak Gubernur Lampung Sjachroedin) menjadi calon Bupati Lampung Selatan. Di Kabupaten Way Kanan ( putra Bupati Way Kanan Agung Ilmu Mangku negara) mencalonkan diri menggantikan ayahnya. Kemudian Arisandi Dharmawan(anak Bupati Tulang Bawang ) mencalonkan diri menjadi bupati Pesawaran. Di Kota Bandar Lampung Heru Sambodo, (anak Ketua Golkar Lampung Alzier Dianis Tabrani ) membidik kursi wali kota. Di Kepulauan Riau, Aida Nasution (istri Gubernur Ismeth Abdullah) mencalonkan diri menggantikan kursi suaminya. Di Yogyakarta Sri Suryawidati(Istri Bupati Bantul Idham Samawi) tak mau kalah ketinggalan maju menjadi calon bupati meneruskan kursi suami. Di Kalimantan Timur, Awang Ferdian Hidayat, putra gubernur Awang Farouk, mencalonkan diri jadi Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), bersaing dengan Rita Widyasari anak mantan Bupati Kukar Syaukani, yang pernah dipenjara karena kasus korupsi yang kemudian dibebaskan karena dianggap mengidap sakit permanen. Pembebasan ini kemudian menuai kontroversi.

Di Propinsi Jawa timur juga terjadi calon kepala daerah yang juga berasal dari ikatan keluarga dengan pejabat penguasa., misalnya di Sidoarjo, mantan Bupati Win Hendarso yang sebelumnya menyiapkan orang dekatnya , Bambang Julianto ( Kepala Dinas PU dan Bina Marga Sidoarjo) maju menjadi cabub menggantikan dirinya. Tapi , Win kelimpungan ketika Bambang meninggal. Akhirnya Win memunculkan nama istrinya sebagai calon yang di jagokan, meskipun istrinya tidak kredibel dan tidak pernah terjun ke politik, akhirnya masyarakat Sidoarjo tidak menjatuhkan pilihan pada istri Bupati, maka gagalah istri bupati memegang tahta kepemimpinan di kabupaten Sidoarjo.

Di kabupaten Kediri ada dua istri (istri tua vs istri muda) yang berebut kursi bupati menggantikan suaminya. Mereka adalah Haryanti dan Nurlaila. Haryanti adalah istri sah dari Bupati Kediri Sutrisno. Dengan statusnya ini Haryati lebih beruntung dari pada Nurlaila, karena lebih banyak dukungan dari suami. Keduanya memang bersaing untuk mencari perhatian sang suami, kalau dulu persaingan dalam merebutkan kasur sedang dalam pemilukada  yang direbutkan adalah  jabatan bupati. Dalam persaingan kasur tentu bupati lebih memilih Nurlaila karena lebih mudah dan masih kinyis-kinyis, tapi dalam persaingan politik untuk menduduki tahta di Kabupaten Kediri sang suami tidak main-main beliau lebih memilih yang berpengalaman dan kredibel yaitu Istri tuanya, akhirnya  Haryantilah yang jadi pemenang pemegang tahta kepemimpinan di Kabupaten kediri.

Di Kabupaten tetangga kita Probolinggo ,sedang berlangsung Pemilukada  yang diikuti oleh Istri dari Hasan Aminuddin, Bupati Probolinggo periode 2007 -20012. Hasan memunculkan istrinya , Puput Tantriana Sari atau sering dikenal dengan Tantri Hasan Aminuddin sebagai bakal calon (balon) bupati, begitu juga kakak kandungnya Hafidz Aminuddin ketua DPC PKB Probolinggo maju sebagai balon bupati, sehingga masyarakat Probolinggo menjuluki ”Dinasti Aminuddin”. Majunya istri dan kakak kandung Hasan Aminuddin menjadi perhatian publik di Probolinggo. Dari pengamatan saya munculnya dua candidat bacabup Probolinggo, Istri Hasan Aminuddin dan kakak kandungnya Hafidz Aminuddin akan menguntungkan dan melanggengkan ”Dinasti Aminuddin”, karena bisa memecah suara pemilih di Probolinggo, dan ini adalah bagian dari strategi politik. Tapi, kalau keduanya sama –sama berambisi untuk menjadi yang terkuat, Istri bupati, Tantri Hasan Aminuddin masih yang lebih unggul bila dibandingkan dengan Kakak iparnya. Sebab istri bupati sudah punya dua  poin diatas kakak iparnya. karena sudah banyak dikenal di seluruh wilayah probolinggo, selain menjadi ketua Tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga  (PKK) Kabupaten Probolinggo,  kemanapun suaminya pergi beliaunya selalu mengikuti sehingga penampakan wajahnya sudah tidak asing bagi masyarakat di Probolinggo inilah Promosi “gratis” ini poin pertama. Selain itu trek rekord sang suami sudah tidak di ragukan lagi . Dua kali putaran memimpin Kabupaten Probolinggo dan membawa kemajuan yang cukup pesat bagi Kabupaten Probolinggo. Masyarakat kita masih berpandangan bahwa kesuksesan suami ”Hasan Aminuddin” tidak lepas dari pendampingan sang Istri, inilah poin kedua, yang di kantongi oleh Tantri Hasan Aminudin . Dibandingkan dengan sang Kakak ipar yang masih di bilang pendatang baru, walupun menjadi ketua DPC PKB Probolinggo. Tapi, Hasan Aminuddin harus belajar dari Pemilu kada Kabupaten Pasuruan periode 2008-2013, dimana kuda hitam pasangan Dade Angga –Edy Paripurna (DAdi), yang di dukung oleh Partai PDIP dan partai gurem atau dalam barisan PERISAI yang memenangkan pemilu. Mengalahkan Dua Pasangan, Jusbakir-Joko Cahyono (JUJUR) dan pasangan Muzammil – Jubaidi (JA-DI) . Perlu diketahui bahwa,  Jusbakir, Joko, Muzammil, dan Jubaidi adalah tokok sentral di partai PKB, akibatnya dalam Pemilukada 2008-20013, suara PKB pecah jadi dua, maka menanglah si kuda hitam Pasangan Dade Angga- Edy Paripurna. Apakah kasus di pasuruan akan terulang di Kabupaten Probolinggo?. Masyarakat Probolinggo masih mengakui,  “Hasan Aminuddin” sebagai  Tokoh dari Partai PKB Kabupaten Probolinggo, dan dua kali menjadi bupati Kabupaten Probolinggo juga di berangkatkan dari partai PKB. Walaupun sekarang sudah menjadi ketua NASDEM Propinsi Jawa Timur, beliaunya masih tetap di tokoh kan oleh orang-orang PKB di sana. Tapi,  sekarang belianya memunculkan dua orang dekatnya, maka bingunglah masyarakat pemilih yang dulu menggap Hasan Aminuddin itu orang PKB. Mau pilih Kakaknya Hafidz yang merupakan Ketua DPC PKB atau memilih  istrinya . Jelas suara masyarakat yang fanatik dengan Bupati Hasan Aminuddin akan terbelah menjadi dua, maka yang di untungkan adalah kuda hitam, yaitu cabub lain.

JABATAN TURUNAN

                        Fenomena majunya calon kepala daerah yang mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat sebelumnya atau incumbent sebenarnya sangat ironis. Hal ini menandakan bahwa kursi kepala daerah adalah jabatan yang menguntungkan, membawa berkah dan bisa dijadikan sarana untuk mengeruk kekayaan serta melanggengkan kekuasaan untuk diturunkan kepada istri, saudara hingga anak-cucu. Karena strategi  ini cukup ampuh untuk mempertahankan kekuasaan, sebab bupati yang sudah menjabat dua periode tidak bisa mencalonkan diri lagi karena dibatasi oleh aturan. Maka, jauh-jauh hari sebelum dirinya lengser harus menyiapkan ”penggantinya”. Sebenarnya tidak ada larangan keluarga pejabat incumbent yang ikut dalam bursa pencalonan Gubernur, bupati, walikota, asal kredibel dan kualified . Tapi yang dikhawatirkan adanya penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk tujuan sang calon yang notabene mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pejabat incumbent.

Pemilukada saat ini penuh misteri. Di satu sisi , rakyat kian apatis dan tidak peduli sehingga tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilukada cenderung turun. Apatisme masyarakat ini justru dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu meraih jabatan dan kekayaan. Mereka adalah orang-orang yang ingin melanggengkan kekayaan dan kekuasaan agar tetap jatuh kepada garis keluarganya. Ini merupakan problem teknik pemilukada  selain, problem transparansi pembentukan penyelenggara pemilu, persoalan DPT, money politik, pilkada ulang dan juga pendanaan dalam pemilu kada. Persaingan antara aristokrat (kerabat penguasa) dalam melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti  politik keluarga incumbent.

Regenerasi kepemimpinan politik lokal yang berbasis pada kekerabatan ini lambat tapi pasti akan menggeser isu demokrasi ke aristokrasi. Wacana politik akan kian elitis karena tak ada lagi kompetisi yang seimbang dan fair antara calon orang biasa dan ” orang luar biasa”. Calon yang mempunyai hubungan keluarga dengan incumbent pasti akan lebih diuntungkan ketimbang calon lain.

Menurut Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam bukunya Patrons, Clients and Friends: Interpersonal Relations and the structure of trust in Society, ada empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elite-elite politik di suatu negara.

Pertama, kepercayaan (trusty) ini lebih disebabkan karena kerabat lebih dipercaya dan tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan. Kedua, loyalitas (loyality) kerabat akan jauh memiliki loyalitas tinggi dalam konteks menjalankan semua tugas politik terutama dalam hal menjaga wibawa dan kehormatan kerabat besar ketimbang orang lain. Ketiga, solidaritas (solidarity) kerabat dipastikan jauh memiliki tingkat solidaritas yang tangguh  terutama dalam menolong keluarga besar dari kebangkrutan kekuasaan dan kekayaan ketimbang mereka yang bukan dari kalangan kerabat. Keempat, proteksi (protection) ini terkait dengan model mempertahankan gengsi dan kehormatan keluarga besar. Mereka yang berasal dari keluarga yang sama akan cenderung mampu menjaga apa yang telah dimiliki keluarga ketimbang orang lain.

Mewariskan jabatan atau kekuasaan politik secara prosedural melalui pelaksanaan pemilukada, apakah itu kursi gubernur, bupati atau walikota kepada istri, anak, menantu atau saudara yang hanya berputar di kalangan kerabat penguasa (incumbent) tidaklah melanggar hukum, karena tidak diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 juncto UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pemilukada. Namun praktek ini jelas melanggar etika politik, kepatuhan, dan norma umum. Karena model ini jelas akan menyumbat regenerasi calon pemimpin politik lokal berdasar pada kompetisi yang fair yang seharusnya bertumpu pada rekam jejak keilmuan, kemampuan dan integritas moral. Jangan sampai pemilukada hanya menjadi ritual demokrasi prosedural untuk melestarikan aristokrasi yang melahirkan raja-raja kecil di ”kerajaan ” daerah.

Diperlukan Proteksi

Untuk itu perlu adanya aturan larangan secara formal, bahwa anggota keluarga, terutama istri dan anak petahana(incumbent) maju mencalonkan diri menjadi gubernur, bupati, walikota dan wakilnya dalam pemilu kada. Pelarangan ini sudah ditegaskan presiden SBY dalam konteks pilkada (jawa pos, 25/6). Pemerintah juga mengusulkan melalui RUU pilkada, tentang pembatasan bagi kerabat petahana untuk maju menjadi calon kepala daerah. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada akan diatur tegas tentang politik dinasti atau politik kekerabatan. ” Dalam RUU Pilkada, pemerintah ingin mewujudkan suatu kompetisi pilkada yang dinamis, namun tetap mengaktualisasikan nilai-nilai kesetaraan, dimana perlu adanya pembatasan bagi seorang calon yang merupakan keturunan atau terdapat ikatan perkawinan dengan kepala daerah  petahana,” Dikatakan Menteri Dalam Negeri, Gumawan Fauzi, di Jakarta, (12/6). Gumawan, mampu menjamin suatu kompetisi yang setara, dimana seorang kepala daerah tidak memobilisasi jajaran pemerintah daerah untuk kepentingan dukungan bagi calon yang memiliki darah ” atau punya hubungan perkawinan dengan yang bersangkutan ” . Sementara itu, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, menilai politik dinasti telah merusak regenerasi. Apalagi, bila politik dinasti itu tak mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas.

Penulis adalah Ex-Panwas pilkada 2008, Panwaslu Pileg & Pilpres 2009.

Kabupaten Pasuruan.

Alamat : Jl. Mawar 02 Ledug Prigen Pasuruan

Hp : 081333954053.

DINASTI KEPEMIMPINAN DALAM PEMILU KADA

Oleh : Ki Sonhaji Mutiallah, M. MPd

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), telah berlangsung di beberapa daerah di Indonesia. Ada kurang lebih 244 daerah yang akan mengggelar pemilukada, Baik itu memilih Gubernur, Bupati, Walikota dan wakilnya. Beberapa problem teknis dalam pemilukada selalu saja terjadi, mulai dari pembentukan penyelenggara pemilu (Panwas dan KPU) yang tidak transparan  dan di kondisikan oleh salah satu penguasa, mahalnya pendanaan pilkada, persoalan DPT, money politics, pilkada ulang, kini bertambah lagi satu permasalahan yang sangat ironis sekali di tengah-tengah bangsa Indonesia sedang membangun Demokrasi yang terbuka. Yakni munculnya kerabat penguasa(incumbent) yang ikut dalam pemilukada baik pemilu gubernur, bupati dan walikota, dengan tujuan       melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti politik keluarga di ’kerajaan’ daerah.

Munculnya calon-calon kepala daerah yang berasal dari ikatan satu darah atau keluarga dengan pejabat incumbent, tentu akan membawa dampak bagi keberlangsungan pelaksanaan pemilukada di daerah. Lihat faktanya, di Bali Eka Wiryastuti (anak Bupati Tabanan Bali Adi Wiryatama) berkompetisi dalam pemilukada menggantikan bapaknya. Di Lampung Rycko Menoza(anak Gubernur Lampung Sjachroedin) menjadi calon Bupati Lampung Selatan. Di Kabupaten Way Kanan ( putra Bupati Way Kanan Agung Ilmu Mangku negara) mencalonkan diri menggantikan ayahnya. Kemudian Arisandi Dharmawan(anak Bupati Tulang Bawang ) mencalonkan diri menjadi bupati Pesawaran. Di Kota Bandar Lampung Heru Sambodo, (anak Ketua Golkar Lampung Alzier Dianis Tabrani ) membidik kursi wali kota. Di Kepulauan Riau, Aida Nasution (istri Gubernur Ismeth Abdullah) mencalonkan diri menggantikan kursi suaminya. Di Yogyakarta Sri Suryawidati(Istri Bupati Bantul Idham Samawi) tak mau kalah ketinggalan maju menjadi calon bupati meneruskan kursi suami. Di Kalimantan Timur, Awang Ferdian Hidayat, putra gubernur Awang Farouk, mencalonkan diri jadi Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), bersaing dengan Rita Widyasari anak mantan Bupati Kukar Syaukani, yang pernah dipenjara karena kasus korupsi yang kemudian dibebaskan karena dianggap mengidap sakit permanen. Pembebasan ini kemudian menuai kontroversi.

Di Propinsi Jawa timur juga terjadi calon kepala daerah yang juga berasal dari ikatan keluarga dengan pejabat penguasa., misalnya di Sidoarjo, mantan Bupati Win Hendarso yang sebelumnya menyiapkan orang dekatnya , Bambang Julianto ( Kepala Dinas PU dan Bina Marga Sidoarjo) maju menjadi cabub menggantikan dirinya. Tapi , Win kelimpungan ketika Bambang meninggal. Akhirnya Win memunculkan nama istrinya sebagai calon yang di jagokan, meskipun istrinya tidak kredibel dan tidak pernah terjun ke politik, akhirnya masyarakat Sidoarjo tidak menjatuhkan pilihan pada istri Bupati, maka gagalah istri bupati memegang tahta kepemimpinan di kabupaten Sidoarjo.

Di kabupaten Kediri ada dua istri (istri tua vs istri muda) yang berebut kursi bupati menggantikan suaminya. Mereka adalah Haryanti dan Nurlaila. Haryanti adalah istri sah dari Bupati Kediri Sutrisno. Dengan statusnya ini Haryati lebih beruntung dari pada Nurlaila, karena lebih banyak dukungan dari suami. Keduanya memang bersaing untuk mencari perhatian sang suami, kalau dulu persaingan dalam merebutkan kasur sedang dalam pemilukada  yang direbutkan adalah  jabatan bupati. Dalam persaingan kasur tentu bupati lebih memilih Nurlaila karena lebih mudah dan masih kinyis-kinyis, tapi dalam persaingan politik untuk menduduki tahta di Kabupaten Kediri sang suami tidak main-main beliau lebih memilih yang berpengalaman dan kredibel yaitu Istri tuanya, akhirnya  Haryantilah yang jadi pemenang pemegang tahta kepemimpinan di Kabupaten kediri.

Di Kabupaten tetangga kita Probolinggo ,sedang berlangsung Pemilukada  yang diikuti oleh Istri dari Hasan Aminuddin, Bupati Probolinggo periode 2007 -20012. Hasan memunculkan istrinya , Puput Tantriana Sari atau sering dikenal dengan Tantri Hasan Aminuddin sebagai bakal calon (balon) bupati, begitu juga kakak kandungnya Hafidz Aminuddin ketua DPC PKB Probolinggo maju sebagai balon bupati, sehingga masyarakat Probolinggo menjuluki ”Dinasti Aminuddin”. Majunya istri dan kakak kandung Hasan Aminuddin menjadi perhatian publik di Probolinggo. Dari pengamatan saya munculnya dua candidat bacabup Probolinggo, Istri Hasan Aminuddin dan kakak kandungnya Hafidz Aminuddin akan menguntungkan dan melanggengkan ”Dinasti Aminuddin”, karena bisa memecah suara pemilih di Probolinggo, dan ini adalah bagian dari strategi politik. Tapi, kalau keduanya sama –sama berambisi untuk menjadi yang terkuat, Istri bupati, Tantri Hasan Aminuddin masih yang lebih unggul bila dibandingkan dengan Kakak iparnya. Sebab istri bupati sudah punya dua  poin diatas kakak iparnya. karena sudah banyak dikenal di seluruh wilayah probolinggo, selain menjadi ketua Tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga  (PKK) Kabupaten Probolinggo,  kemanapun suaminya pergi beliaunya selalu mengikuti sehingga penampakan wajahnya sudah tidak asing bagi masyarakat di Probolinggo inilah Promosi “gratis” ini poin pertama. Selain itu trek rekord sang suami sudah tidak di ragukan lagi . Dua kali putaran memimpin Kabupaten Probolinggo dan membawa kemajuan yang cukup pesat bagi Kabupaten Probolinggo. Masyarakat kita masih berpandangan bahwa kesuksesan suami ”Hasan Aminuddin” tidak lepas dari pendampingan sang Istri, inilah poin kedua, yang di kantongi oleh Tantri Hasan Aminudin . Dibandingkan dengan sang Kakak ipar yang masih di bilang pendatang baru, walupun menjadi ketua DPC PKB Probolinggo. Tapi, Hasan Aminuddin harus belajar dari Pemilu kada Kabupaten Pasuruan periode 2008-2013, dimana kuda hitam pasangan Dade Angga –Edy Paripurna (DAdi), yang di dukung oleh Partai PDIP dan partai gurem atau dalam barisan PERISAI yang memenangkan pemilu. Mengalahkan Dua Pasangan, Jusbakir-Joko Cahyono (JUJUR) dan pasangan Muzammil – Jubaidi (JA-DI) . Perlu diketahui bahwa,  Jusbakir, Joko, Muzammil, dan Jubaidi adalah tokok sentral di partai PKB, akibatnya dalam Pemilukada 2008-20013, suara PKB pecah jadi dua, maka menanglah si kuda hitam Pasangan Dade Angga- Edy Paripurna. Apakah kasus di pasuruan akan terulang di Kabupaten Probolinggo?. Masyarakat Probolinggo masih mengakui,  “Hasan Aminuddin” sebagai  Tokoh dari Partai PKB Kabupaten Probolinggo, dan dua kali menjadi bupati Kabupaten Probolinggo juga di berangkatkan dari partai PKB. Walaupun sekarang sudah menjadi ketua NASDEM Propinsi Jawa Timur, beliaunya masih tetap di tokoh kan oleh orang-orang PKB di sana. Tapi,  sekarang belianya memunculkan dua orang dekatnya, maka bingunglah masyarakat pemilih yang dulu menggap Hasan Aminuddin itu orang PKB. Mau pilih Kakaknya Hafidz yang merupakan Ketua DPC PKB atau memilih  istrinya . Jelas suara masyarakat yang fanatik dengan Bupati Hasan Aminuddin akan terbelah menjadi dua, maka yang di untungkan adalah kuda hitam, yaitu cabub lain.

JABATAN TURUNAN

                        Fenomena majunya calon kepala daerah yang mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat sebelumnya atau incumbent sebenarnya sangat ironis. Hal ini menandakan bahwa kursi kepala daerah adalah jabatan yang menguntungkan, membawa berkah dan bisa dijadikan sarana untuk mengeruk kekayaan serta melanggengkan kekuasaan untuk diturunkan kepada istri, saudara hingga anak-cucu. Karena strategi  ini cukup ampuh untuk mempertahankan kekuasaan, sebab bupati yang sudah menjabat dua periode tidak bisa mencalonkan diri lagi karena dibatasi oleh aturan. Maka, jauh-jauh hari sebelum dirinya lengser harus menyiapkan ”penggantinya”. Sebenarnya tidak ada larangan keluarga pejabat incumbent yang ikut dalam bursa pencalonan Gubernur, bupati, walikota, asal kredibel dan kualified . Tapi yang dikhawatirkan adanya penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk tujuan sang calon yang notabene mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pejabat incumbent.

Pemilukada saat ini penuh misteri. Di satu sisi , rakyat kian apatis dan tidak peduli sehingga tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilukada cenderung turun. Apatisme masyarakat ini justru dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu meraih jabatan dan kekayaan. Mereka adalah orang-orang yang ingin melanggengkan kekayaan dan kekuasaan agar tetap jatuh kepada garis keluarganya. Ini merupakan problem teknik pemilukada  selain, problem transparansi pembentukan penyelenggara pemilu, persoalan DPT, money politik, pilkada ulang dan juga pendanaan dalam pemilu kada. Persaingan antara aristokrat (kerabat penguasa) dalam melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti  politik keluarga incumbent.

Regenerasi kepemimpinan politik lokal yang berbasis pada kekerabatan ini lambat tapi pasti akan menggeser isu demokrasi ke aristokrasi. Wacana politik akan kian elitis karena tak ada lagi kompetisi yang seimbang dan fair antara calon orang biasa dan ” orang luar biasa”. Calon yang mempunyai hubungan keluarga dengan incumbent pasti akan lebih diuntungkan ketimbang calon lain.

Menurut Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam bukunya Patrons, Clients and Friends: Interpersonal Relations and the structure of trust in Society, ada empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elite-elite politik di suatu negara.

Pertama, kepercayaan (trusty) ini lebih disebabkan karena kerabat lebih dipercaya dan tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan. Kedua, loyalitas (loyality) kerabat akan jauh memiliki loyalitas tinggi dalam konteks menjalankan semua tugas politik terutama dalam hal menjaga wibawa dan kehormatan kerabat besar ketimbang orang lain. Ketiga, solidaritas (solidarity) kerabat dipastikan jauh memiliki tingkat solidaritas yang tangguh  terutama dalam menolong keluarga besar dari kebangkrutan kekuasaan dan kekayaan ketimbang mereka yang bukan dari kalangan kerabat. Keempat, proteksi (protection) ini terkait dengan model mempertahankan gengsi dan kehormatan keluarga besar. Mereka yang berasal dari keluarga yang sama akan cenderung mampu menjaga apa yang telah dimiliki keluarga ketimbang orang lain.

Mewariskan jabatan atau kekuasaan politik secara prosedural melalui pelaksanaan pemilukada, apakah itu kursi gubernur, bupati atau walikota kepada istri, anak, menantu atau saudara yang hanya berputar di kalangan kerabat penguasa (incumbent) tidaklah melanggar hukum, karena tidak diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 juncto UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pemilukada. Namun praktek ini jelas melanggar etika politik, kepatuhan, dan norma umum. Karena model ini jelas akan menyumbat regenerasi calon pemimpin politik lokal berdasar pada kompetisi yang fair yang seharusnya bertumpu pada rekam jejak keilmuan, kemampuan dan integritas moral. Jangan sampai pemilukada hanya menjadi ritual demokrasi prosedural untuk melestarikan aristokrasi yang melahirkan raja-raja kecil di ”kerajaan ” daerah.

Diperlukan Proteksi

Untuk itu perlu adanya aturan larangan secara formal, bahwa anggota keluarga, terutama istri dan anak petahana(incumbent) maju mencalonkan diri menjadi gubernur, bupati, walikota dan wakilnya dalam pemilu kada. Pelarangan ini sudah ditegaskan presiden SBY dalam konteks pilkada (jawa pos, 25/6). Pemerintah juga mengusulkan melalui RUU pilkada, tentang pembatasan bagi kerabat petahana untuk maju menjadi calon kepala daerah. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada akan diatur tegas tentang politik dinasti atau politik kekerabatan. ” Dalam RUU Pilkada, pemerintah ingin mewujudkan suatu kompetisi pilkada yang dinamis, namun tetap mengaktualisasikan nilai-nilai kesetaraan, dimana perlu adanya pembatasan bagi seorang calon yang merupakan keturunan atau terdapat ikatan perkawinan dengan kepala daerah  petahana,” Dikatakan Menteri Dalam Negeri, Gumawan Fauzi, di Jakarta, (12/6). Gumawan, mampu menjamin suatu kompetisi yang setara, dimana seorang kepala daerah tidak memobilisasi jajaran pemerintah daerah untuk kepentingan dukungan bagi calon yang memiliki darah ” atau punya hubungan perkawinan dengan yang bersangkutan ” . Sementara itu, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, menilai politik dinasti telah merusak regenerasi. Apalagi, bila politik dinasti itu tak mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas.

Penulis adalah Ex-Panwas pilkada 2008, Panwaslu Pileg & Pilpres 2009.

Kabupaten Pasuruan.

Alamat : Jl. Mawar 02 Ledug Prigen Pasuruan

Hp : 081333954053.

DINASTI KEPEMIMPINAN DALAM PEMILU KADA

Oleh : Ki Sonhaji Mutiallah, M. MPd

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), telah berlangsung di beberapa daerah di Indonesia. Ada kurang lebih 244 daerah yang akan mengggelar pemilukada, Baik itu memilih Gubernur, Bupati, Walikota dan wakilnya. Beberapa problem teknis dalam pemilukada selalu saja terjadi, mulai dari pembentukan penyelenggara pemilu (Panwas dan KPU) yang tidak transparan  dan di kondisikan oleh salah satu penguasa, mahalnya pendanaan pilkada, persoalan DPT, money politics, pilkada ulang, kini bertambah lagi satu permasalahan yang sangat ironis sekali di tengah-tengah bangsa Indonesia sedang membangun Demokrasi yang terbuka. Yakni munculnya kerabat penguasa(incumbent) yang ikut dalam pemilukada baik pemilu gubernur, bupati dan walikota, dengan tujuan       melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti politik keluarga di ’kerajaan’ daerah.

Munculnya calon-calon kepala daerah yang berasal dari ikatan satu darah atau keluarga dengan pejabat incumbent, tentu akan membawa dampak bagi keberlangsungan pelaksanaan pemilukada di daerah. Lihat faktanya, di Bali Eka Wiryastuti (anak Bupati Tabanan Bali Adi Wiryatama) berkompetisi dalam pemilukada menggantikan bapaknya. Di Lampung Rycko Menoza(anak Gubernur Lampung Sjachroedin) menjadi calon Bupati Lampung Selatan. Di Kabupaten Way Kanan ( putra Bupati Way Kanan Agung Ilmu Mangku negara) mencalonkan diri menggantikan ayahnya. Kemudian Arisandi Dharmawan(anak Bupati Tulang Bawang ) mencalonkan diri menjadi bupati Pesawaran. Di Kota Bandar Lampung Heru Sambodo, (anak Ketua Golkar Lampung Alzier Dianis Tabrani ) membidik kursi wali kota. Di Kepulauan Riau, Aida Nasution (istri Gubernur Ismeth Abdullah) mencalonkan diri menggantikan kursi suaminya. Di Yogyakarta Sri Suryawidati(Istri Bupati Bantul Idham Samawi) tak mau kalah ketinggalan maju menjadi calon bupati meneruskan kursi suami. Di Kalimantan Timur, Awang Ferdian Hidayat, putra gubernur Awang Farouk, mencalonkan diri jadi Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), bersaing dengan Rita Widyasari anak mantan Bupati Kukar Syaukani, yang pernah dipenjara karena kasus korupsi yang kemudian dibebaskan karena dianggap mengidap sakit permanen. Pembebasan ini kemudian menuai kontroversi.

Di Propinsi Jawa timur juga terjadi calon kepala daerah yang juga berasal dari ikatan keluarga dengan pejabat penguasa., misalnya di Sidoarjo, mantan Bupati Win Hendarso yang sebelumnya menyiapkan orang dekatnya , Bambang Julianto ( Kepala Dinas PU dan Bina Marga Sidoarjo) maju menjadi cabub menggantikan dirinya. Tapi , Win kelimpungan ketika Bambang meninggal. Akhirnya Win memunculkan nama istrinya sebagai calon yang di jagokan, meskipun istrinya tidak kredibel dan tidak pernah terjun ke politik, akhirnya masyarakat Sidoarjo tidak menjatuhkan pilihan pada istri Bupati, maka gagalah istri bupati memegang tahta kepemimpinan di kabupaten Sidoarjo.

Di kabupaten Kediri ada dua istri (istri tua vs istri muda) yang berebut kursi bupati menggantikan suaminya. Mereka adalah Haryanti dan Nurlaila. Haryanti adalah istri sah dari Bupati Kediri Sutrisno. Dengan statusnya ini Haryati lebih beruntung dari pada Nurlaila, karena lebih banyak dukungan dari suami. Keduanya memang bersaing untuk mencari perhatian sang suami, kalau dulu persaingan dalam merebutkan kasur sedang dalam pemilukada  yang direbutkan adalah  jabatan bupati. Dalam persaingan kasur tentu bupati lebih memilih Nurlaila karena lebih mudah dan masih kinyis-kinyis, tapi dalam persaingan politik untuk menduduki tahta di Kabupaten Kediri sang suami tidak main-main beliau lebih memilih yang berpengalaman dan kredibel yaitu Istri tuanya, akhirnya  Haryantilah yang jadi pemenang pemegang tahta kepemimpinan di Kabupaten kediri.

Di Kabupaten tetangga kita Probolinggo ,sedang berlangsung Pemilukada  yang diikuti oleh Istri dari Hasan Aminuddin, Bupati Probolinggo periode 2007 -20012. Hasan memunculkan istrinya , Puput Tantriana Sari atau sering dikenal dengan Tantri Hasan Aminuddin sebagai bakal calon (balon) bupati, begitu juga kakak kandungnya Hafidz Aminuddin ketua DPC PKB Probolinggo maju sebagai balon bupati, sehingga masyarakat Probolinggo menjuluki ”Dinasti Aminuddin”. Majunya istri dan kakak kandung Hasan Aminuddin menjadi perhatian publik di Probolinggo. Dari pengamatan saya munculnya dua candidat bacabup Probolinggo, Istri Hasan Aminuddin dan kakak kandungnya Hafidz Aminuddin akan menguntungkan dan melanggengkan ”Dinasti Aminuddin”, karena bisa memecah suara pemilih di Probolinggo, dan ini adalah bagian dari strategi politik. Tapi, kalau keduanya sama –sama berambisi untuk menjadi yang terkuat, Istri bupati, Tantri Hasan Aminuddin masih yang lebih unggul bila dibandingkan dengan Kakak iparnya. Sebab istri bupati sudah punya dua  poin diatas kakak iparnya. karena sudah banyak dikenal di seluruh wilayah probolinggo, selain menjadi ketua Tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga  (PKK) Kabupaten Probolinggo,  kemanapun suaminya pergi beliaunya selalu mengikuti sehingga penampakan wajahnya sudah tidak asing bagi masyarakat di Probolinggo inilah Promosi “gratis” ini poin pertama. Selain itu trek rekord sang suami sudah tidak di ragukan lagi . Dua kali putaran memimpin Kabupaten Probolinggo dan membawa kemajuan yang cukup pesat bagi Kabupaten Probolinggo. Masyarakat kita masih berpandangan bahwa kesuksesan suami ”Hasan Aminuddin” tidak lepas dari pendampingan sang Istri, inilah poin kedua, yang di kantongi oleh Tantri Hasan Aminudin . Dibandingkan dengan sang Kakak ipar yang masih di bilang pendatang baru, walupun menjadi ketua DPC PKB Probolinggo. Tapi, Hasan Aminuddin harus belajar dari Pemilu kada Kabupaten Pasuruan periode 2008-2013, dimana kuda hitam pasangan Dade Angga –Edy Paripurna (DAdi), yang di dukung oleh Partai PDIP dan partai gurem atau dalam barisan PERISAI yang memenangkan pemilu. Mengalahkan Dua Pasangan, Jusbakir-Joko Cahyono (JUJUR) dan pasangan Muzammil – Jubaidi (JA-DI) . Perlu diketahui bahwa,  Jusbakir, Joko, Muzammil, dan Jubaidi adalah tokok sentral di partai PKB, akibatnya dalam Pemilukada 2008-20013, suara PKB pecah jadi dua, maka menanglah si kuda hitam Pasangan Dade Angga- Edy Paripurna. Apakah kasus di pasuruan akan terulang di Kabupaten Probolinggo?. Masyarakat Probolinggo masih mengakui,  “Hasan Aminuddin” sebagai  Tokoh dari Partai PKB Kabupaten Probolinggo, dan dua kali menjadi bupati Kabupaten Probolinggo juga di berangkatkan dari partai PKB. Walaupun sekarang sudah menjadi ketua NASDEM Propinsi Jawa Timur, beliaunya masih tetap di tokoh kan oleh orang-orang PKB di sana. Tapi,  sekarang belianya memunculkan dua orang dekatnya, maka bingunglah masyarakat pemilih yang dulu menggap Hasan Aminuddin itu orang PKB. Mau pilih Kakaknya Hafidz yang merupakan Ketua DPC PKB atau memilih  istrinya . Jelas suara masyarakat yang fanatik dengan Bupati Hasan Aminuddin akan terbelah menjadi dua, maka yang di untungkan adalah kuda hitam, yaitu cabub lain.

JABATAN TURUNAN

                        Fenomena majunya calon kepala daerah yang mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat sebelumnya atau incumbent sebenarnya sangat ironis. Hal ini menandakan bahwa kursi kepala daerah adalah jabatan yang menguntungkan, membawa berkah dan bisa dijadikan sarana untuk mengeruk kekayaan serta melanggengkan kekuasaan untuk diturunkan kepada istri, saudara hingga anak-cucu. Karena strategi  ini cukup ampuh untuk mempertahankan kekuasaan, sebab bupati yang sudah menjabat dua periode tidak bisa mencalonkan diri lagi karena dibatasi oleh aturan. Maka, jauh-jauh hari sebelum dirinya lengser harus menyiapkan ”penggantinya”. Sebenarnya tidak ada larangan keluarga pejabat incumbent yang ikut dalam bursa pencalonan Gubernur, bupati, walikota, asal kredibel dan kualified . Tapi yang dikhawatirkan adanya penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk tujuan sang calon yang notabene mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pejabat incumbent.

Pemilukada saat ini penuh misteri. Di satu sisi , rakyat kian apatis dan tidak peduli sehingga tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilukada cenderung turun. Apatisme masyarakat ini justru dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu meraih jabatan dan kekayaan. Mereka adalah orang-orang yang ingin melanggengkan kekayaan dan kekuasaan agar tetap jatuh kepada garis keluarganya. Ini merupakan problem teknik pemilukada  selain, problem transparansi pembentukan penyelenggara pemilu, persoalan DPT, money politik, pilkada ulang dan juga pendanaan dalam pemilu kada. Persaingan antara aristokrat (kerabat penguasa) dalam melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti  politik keluarga incumbent.

Regenerasi kepemimpinan politik lokal yang berbasis pada kekerabatan ini lambat tapi pasti akan menggeser isu demokrasi ke aristokrasi. Wacana politik akan kian elitis karena tak ada lagi kompetisi yang seimbang dan fair antara calon orang biasa dan ” orang luar biasa”. Calon yang mempunyai hubungan keluarga dengan incumbent pasti akan lebih diuntungkan ketimbang calon lain.

Menurut Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam bukunya Patrons, Clients and Friends: Interpersonal Relations and the structure of trust in Society, ada empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elite-elite politik di suatu negara.

Pertama, kepercayaan (trusty) ini lebih disebabkan karena kerabat lebih dipercaya dan tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan. Kedua, loyalitas (loyality) kerabat akan jauh memiliki loyalitas tinggi dalam konteks menjalankan semua tugas politik terutama dalam hal menjaga wibawa dan kehormatan kerabat besar ketimbang orang lain. Ketiga, solidaritas (solidarity) kerabat dipastikan jauh memiliki tingkat solidaritas yang tangguh  terutama dalam menolong keluarga besar dari kebangkrutan kekuasaan dan kekayaan ketimbang mereka yang bukan dari kalangan kerabat. Keempat, proteksi (protection) ini terkait dengan model mempertahankan gengsi dan kehormatan keluarga besar. Mereka yang berasal dari keluarga yang sama akan cenderung mampu menjaga apa yang telah dimiliki keluarga ketimbang orang lain.

Mewariskan jabatan atau kekuasaan politik secara prosedural melalui pelaksanaan pemilukada, apakah itu kursi gubernur, bupati atau walikota kepada istri, anak, menantu atau saudara yang hanya berputar di kalangan kerabat penguasa (incumbent) tidaklah melanggar hukum, karena tidak diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 juncto UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pemilukada. Namun praktek ini jelas melanggar etika politik, kepatuhan, dan norma umum. Karena model ini jelas akan menyumbat regenerasi calon pemimpin politik lokal berdasar pada kompetisi yang fair yang seharusnya bertumpu pada rekam jejak keilmuan, kemampuan dan integritas moral. Jangan sampai pemilukada hanya menjadi ritual demokrasi prosedural untuk melestarikan aristokrasi yang melahirkan raja-raja kecil di ”kerajaan ” daerah.

Diperlukan Proteksi

Untuk itu perlu adanya aturan larangan secara formal, bahwa anggota keluarga, terutama istri dan anak petahana(incumbent) maju mencalonkan diri menjadi gubernur, bupati, walikota dan wakilnya dalam pemilu kada. Pelarangan ini sudah ditegaskan presiden SBY dalam konteks pilkada (jawa pos, 25/6). Pemerintah juga mengusulkan melalui RUU pilkada, tentang pembatasan bagi kerabat petahana untuk maju menjadi calon kepala daerah. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada akan diatur tegas tentang politik dinasti atau politik kekerabatan. ” Dalam RUU Pilkada, pemerintah ingin mewujudkan suatu kompetisi pilkada yang dinamis, namun tetap mengaktualisasikan nilai-nilai kesetaraan, dimana perlu adanya pembatasan bagi seorang calon yang merupakan keturunan atau terdapat ikatan perkawinan dengan kepala daerah  petahana,” Dikatakan Menteri Dalam Negeri, Gumawan Fauzi, di Jakarta, (12/6). Gumawan, mampu menjamin suatu kompetisi yang setara, dimana seorang kepala daerah tidak memobilisasi jajaran pemerintah daerah untuk kepentingan dukungan bagi calon yang memiliki darah ” atau punya hubungan perkawinan dengan yang bersangkutan ” . Sementara itu, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, menilai politik dinasti telah merusak regenerasi. Apalagi, bila politik dinasti itu tak mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas.

Penulis adalah Ex-Panwas pilkada 2008, Panwaslu Pileg & Pilpres 2009.

Kabupaten Pasuruan.

Alamat : Jl. Mawar 02 Ledug Prigen Pasuruan

Hp : 081333954053.

DINASTI KEPEMIMPINAN DALAM PEMILU KADA

Oleh : Ki Sonhaji Mutiallah, M. MPd

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), telah berlangsung di beberapa daerah di Indonesia. Ada kurang lebih 244 daerah yang akan mengggelar pemilukada, Baik itu memilih Gubernur, Bupati, Walikota dan wakilnya. Beberapa problem teknis dalam pemilukada selalu saja terjadi, mulai dari pembentukan penyelenggara pemilu (Panwas dan KPU) yang tidak transparan  dan di kondisikan oleh salah satu penguasa, mahalnya pendanaan pilkada, persoalan DPT, money politics, pilkada ulang, kini bertambah lagi satu permasalahan yang sangat ironis sekali di tengah-tengah bangsa Indonesia sedang membangun Demokrasi yang terbuka. Yakni munculnya kerabat penguasa(incumbent) yang ikut dalam pemilukada baik pemilu gubernur, bupati dan walikota, dengan tujuan       melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti politik keluarga di ’kerajaan’ daerah.

Munculnya calon-calon kepala daerah yang berasal dari ikatan satu darah atau keluarga dengan pejabat incumbent, tentu akan membawa dampak bagi keberlangsungan pelaksanaan pemilukada di daerah. Lihat faktanya, di Bali Eka Wiryastuti (anak Bupati Tabanan Bali Adi Wiryatama) berkompetisi dalam pemilukada menggantikan bapaknya. Di Lampung Rycko Menoza(anak Gubernur Lampung Sjachroedin) menjadi calon Bupati Lampung Selatan. Di Kabupaten Way Kanan ( putra Bupati Way Kanan Agung Ilmu Mangku negara) mencalonkan diri menggantikan ayahnya. Kemudian Arisandi Dharmawan(anak Bupati Tulang Bawang ) mencalonkan diri menjadi bupati Pesawaran. Di Kota Bandar Lampung Heru Sambodo, (anak Ketua Golkar Lampung Alzier Dianis Tabrani ) membidik kursi wali kota. Di Kepulauan Riau, Aida Nasution (istri Gubernur Ismeth Abdullah) mencalonkan diri menggantikan kursi suaminya. Di Yogyakarta Sri Suryawidati(Istri Bupati Bantul Idham Samawi) tak mau kalah ketinggalan maju menjadi calon bupati meneruskan kursi suami. Di Kalimantan Timur, Awang Ferdian Hidayat, putra gubernur Awang Farouk, mencalonkan diri jadi Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), bersaing dengan Rita Widyasari anak mantan Bupati Kukar Syaukani, yang pernah dipenjara karena kasus korupsi yang kemudian dibebaskan karena dianggap mengidap sakit permanen. Pembebasan ini kemudian menuai kontroversi.

Di Propinsi Jawa timur juga terjadi calon kepala daerah yang juga berasal dari ikatan keluarga dengan pejabat penguasa., misalnya di Sidoarjo, mantan Bupati Win Hendarso yang sebelumnya menyiapkan orang dekatnya , Bambang Julianto ( Kepala Dinas PU dan Bina Marga Sidoarjo) maju menjadi cabub menggantikan dirinya. Tapi , Win kelimpungan ketika Bambang meninggal. Akhirnya Win memunculkan nama istrinya sebagai calon yang di jagokan, meskipun istrinya tidak kredibel dan tidak pernah terjun ke politik, akhirnya masyarakat Sidoarjo tidak menjatuhkan pilihan pada istri Bupati, maka gagalah istri bupati memegang tahta kepemimpinan di kabupaten Sidoarjo.

Di kabupaten Kediri ada dua istri (istri tua vs istri muda) yang berebut kursi bupati menggantikan suaminya. Mereka adalah Haryanti dan Nurlaila. Haryanti adalah istri sah dari Bupati Kediri Sutrisno. Dengan statusnya ini Haryati lebih beruntung dari pada Nurlaila, karena lebih banyak dukungan dari suami. Keduanya memang bersaing untuk mencari perhatian sang suami, kalau dulu persaingan dalam merebutkan kasur sedang dalam pemilukada  yang direbutkan adalah  jabatan bupati. Dalam persaingan kasur tentu bupati lebih memilih Nurlaila karena lebih mudah dan masih kinyis-kinyis, tapi dalam persaingan politik untuk menduduki tahta di Kabupaten Kediri sang suami tidak main-main beliau lebih memilih yang berpengalaman dan kredibel yaitu Istri tuanya, akhirnya  Haryantilah yang jadi pemenang pemegang tahta kepemimpinan di Kabupaten kediri.

Di Kabupaten tetangga kita Probolinggo ,sedang berlangsung Pemilukada  yang diikuti oleh Istri dari Hasan Aminuddin, Bupati Probolinggo periode 2007 -20012. Hasan memunculkan istrinya , Puput Tantriana Sari atau sering dikenal dengan Tantri Hasan Aminuddin sebagai bakal calon (balon) bupati, begitu juga kakak kandungnya Hafidz Aminuddin ketua DPC PKB Probolinggo maju sebagai balon bupati, sehingga masyarakat Probolinggo menjuluki ”Dinasti Aminuddin”. Majunya istri dan kakak kandung Hasan Aminuddin menjadi perhatian publik di Probolinggo. Dari pengamatan saya munculnya dua candidat bacabup Probolinggo, Istri Hasan Aminuddin dan kakak kandungnya Hafidz Aminuddin akan menguntungkan dan melanggengkan ”Dinasti Aminuddin”, karena bisa memecah suara pemilih di Probolinggo, dan ini adalah bagian dari strategi politik. Tapi, kalau keduanya sama –sama berambisi untuk menjadi yang terkuat, Istri bupati, Tantri Hasan Aminuddin masih yang lebih unggul bila dibandingkan dengan Kakak iparnya. Sebab istri bupati sudah punya dua  poin diatas kakak iparnya. karena sudah banyak dikenal di seluruh wilayah probolinggo, selain menjadi ketua Tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga  (PKK) Kabupaten Probolinggo,  kemanapun suaminya pergi beliaunya selalu mengikuti sehingga penampakan wajahnya sudah tidak asing bagi masyarakat di Probolinggo inilah Promosi “gratis” ini poin pertama. Selain itu trek rekord sang suami sudah tidak di ragukan lagi . Dua kali putaran memimpin Kabupaten Probolinggo dan membawa kemajuan yang cukup pesat bagi Kabupaten Probolinggo. Masyarakat kita masih berpandangan bahwa kesuksesan suami ”Hasan Aminuddin” tidak lepas dari pendampingan sang Istri, inilah poin kedua, yang di kantongi oleh Tantri Hasan Aminudin . Dibandingkan dengan sang Kakak ipar yang masih di bilang pendatang baru, walupun menjadi ketua DPC PKB Probolinggo. Tapi, Hasan Aminuddin harus belajar dari Pemilu kada Kabupaten Pasuruan periode 2008-2013, dimana kuda hitam pasangan Dade Angga –Edy Paripurna (DAdi), yang di dukung oleh Partai PDIP dan partai gurem atau dalam barisan PERISAI yang memenangkan pemilu. Mengalahkan Dua Pasangan, Jusbakir-Joko Cahyono (JUJUR) dan pasangan Muzammil – Jubaidi (JA-DI) . Perlu diketahui bahwa,  Jusbakir, Joko, Muzammil, dan Jubaidi adalah tokok sentral di partai PKB, akibatnya dalam Pemilukada 2008-20013, suara PKB pecah jadi dua, maka menanglah si kuda hitam Pasangan Dade Angga- Edy Paripurna. Apakah kasus di pasuruan akan terulang di Kabupaten Probolinggo?. Masyarakat Probolinggo masih mengakui,  “Hasan Aminuddin” sebagai  Tokoh dari Partai PKB Kabupaten Probolinggo, dan dua kali menjadi bupati Kabupaten Probolinggo juga di berangkatkan dari partai PKB. Walaupun sekarang sudah menjadi ketua NASDEM Propinsi Jawa Timur, beliaunya masih tetap di tokoh kan oleh orang-orang PKB di sana. Tapi,  sekarang belianya memunculkan dua orang dekatnya, maka bingunglah masyarakat pemilih yang dulu menggap Hasan Aminuddin itu orang PKB. Mau pilih Kakaknya Hafidz yang merupakan Ketua DPC PKB atau memilih  istrinya . Jelas suara masyarakat yang fanatik dengan Bupati Hasan Aminuddin akan terbelah menjadi dua, maka yang di untungkan adalah kuda hitam, yaitu cabub lain.

JABATAN TURUNAN

                        Fenomena majunya calon kepala daerah yang mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat sebelumnya atau incumbent sebenarnya sangat ironis. Hal ini menandakan bahwa kursi kepala daerah adalah jabatan yang menguntungkan, membawa berkah dan bisa dijadikan sarana untuk mengeruk kekayaan serta melanggengkan kekuasaan untuk diturunkan kepada istri, saudara hingga anak-cucu. Karena strategi  ini cukup ampuh untuk mempertahankan kekuasaan, sebab bupati yang sudah menjabat dua periode tidak bisa mencalonkan diri lagi karena dibatasi oleh aturan. Maka, jauh-jauh hari sebelum dirinya lengser harus menyiapkan ”penggantinya”. Sebenarnya tidak ada larangan keluarga pejabat incumbent yang ikut dalam bursa pencalonan Gubernur, bupati, walikota, asal kredibel dan kualified . Tapi yang dikhawatirkan adanya penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk tujuan sang calon yang notabene mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pejabat incumbent.

Pemilukada saat ini penuh misteri. Di satu sisi , rakyat kian apatis dan tidak peduli sehingga tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilukada cenderung turun. Apatisme masyarakat ini justru dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu meraih jabatan dan kekayaan. Mereka adalah orang-orang yang ingin melanggengkan kekayaan dan kekuasaan agar tetap jatuh kepada garis keluarganya. Ini merupakan problem teknik pemilukada  selain, problem transparansi pembentukan penyelenggara pemilu, persoalan DPT, money politik, pilkada ulang dan juga pendanaan dalam pemilu kada. Persaingan antara aristokrat (kerabat penguasa) dalam melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti  politik keluarga incumbent.

Regenerasi kepemimpinan politik lokal yang berbasis pada kekerabatan ini lambat tapi pasti akan menggeser isu demokrasi ke aristokrasi. Wacana politik akan kian elitis karena tak ada lagi kompetisi yang seimbang dan fair antara calon orang biasa dan ” orang luar biasa”. Calon yang mempunyai hubungan keluarga dengan incumbent pasti akan lebih diuntungkan ketimbang calon lain.

Menurut Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam bukunya Patrons, Clients and Friends: Interpersonal Relations and the structure of trust in Society, ada empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elite-elite politik di suatu negara.

Pertama, kepercayaan (trusty) ini lebih disebabkan karena kerabat lebih dipercaya dan tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan. Kedua, loyalitas (loyality) kerabat akan jauh memiliki loyalitas tinggi dalam konteks menjalankan semua tugas politik terutama dalam hal menjaga wibawa dan kehormatan kerabat besar ketimbang orang lain. Ketiga, solidaritas (solidarity) kerabat dipastikan jauh memiliki tingkat solidaritas yang tangguh  terutama dalam menolong keluarga besar dari kebangkrutan kekuasaan dan kekayaan ketimbang mereka yang bukan dari kalangan kerabat. Keempat, proteksi (protection) ini terkait dengan model mempertahankan gengsi dan kehormatan keluarga besar. Mereka yang berasal dari keluarga yang sama akan cenderung mampu menjaga apa yang telah dimiliki keluarga ketimbang orang lain.

Mewariskan jabatan atau kekuasaan politik secara prosedural melalui pelaksanaan pemilukada, apakah itu kursi gubernur, bupati atau walikota kepada istri, anak, menantu atau saudara yang hanya berputar di kalangan kerabat penguasa (incumbent) tidaklah melanggar hukum, karena tidak diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 juncto UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pemilukada. Namun praktek ini jelas melanggar etika politik, kepatuhan, dan norma umum. Karena model ini jelas akan menyumbat regenerasi calon pemimpin politik lokal berdasar pada kompetisi yang fair yang seharusnya bertumpu pada rekam jejak keilmuan, kemampuan dan integritas moral. Jangan sampai pemilukada hanya menjadi ritual demokrasi prosedural untuk melestarikan aristokrasi yang melahirkan raja-raja kecil di ”kerajaan ” daerah.

Diperlukan Proteksi

Untuk itu perlu adanya aturan larangan secara formal, bahwa anggota keluarga, terutama istri dan anak petahana(incumbent) maju mencalonkan diri menjadi gubernur, bupati, walikota dan wakilnya dalam pemilu kada. Pelarangan ini sudah ditegaskan presiden SBY dalam konteks pilkada (jawa pos, 25/6). Pemerintah juga mengusulkan melalui RUU pilkada, tentang pembatasan bagi kerabat petahana untuk maju menjadi calon kepala daerah. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada akan diatur tegas tentang politik dinasti atau politik kekerabatan. ” Dalam RUU Pilkada, pemerintah ingin mewujudkan suatu kompetisi pilkada yang dinamis, namun tetap mengaktualisasikan nilai-nilai kesetaraan, dimana perlu adanya pembatasan bagi seorang calon yang merupakan keturunan atau terdapat ikatan perkawinan dengan kepala daerah  petahana,” Dikatakan Menteri Dalam Negeri, Gumawan Fauzi, di Jakarta, (12/6). Gumawan, mampu menjamin suatu kompetisi yang setara, dimana seorang kepala daerah tidak memobilisasi jajaran pemerintah daerah untuk kepentingan dukungan bagi calon yang memiliki darah ” atau punya hubungan perkawinan dengan yang bersangkutan ” . Sementara itu, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, menilai politik dinasti telah merusak regenerasi. Apalagi, bila politik dinasti itu tak mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas.

Penulis adalah Ex-Panwas pilkada 2008, Panwaslu Pileg & Pilpres 2009.

Kabupaten Pasuruan.

Alamat : Jl. Mawar 02 Ledug Prigen Pasuruan

Hp : 081333954053.

DINASTI KEPEMIMPINAN DALAM PEMILU KADA

Oleh : Ki Sonhaji Mutiallah, M. MPd

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), telah berlangsung di beberapa daerah di Indonesia. Ada kurang lebih 244 daerah yang akan mengggelar pemilukada, Baik itu memilih Gubernur, Bupati, Walikota dan wakilnya. Beberapa problem teknis dalam pemilukada selalu saja terjadi, mulai dari pembentukan penyelenggara pemilu (Panwas dan KPU) yang tidak transparan  dan di kondisikan oleh salah satu penguasa, mahalnya pendanaan pilkada, persoalan DPT, money politics, pilkada ulang, kini bertambah lagi satu permasalahan yang sangat ironis sekali di tengah-tengah bangsa Indonesia sedang membangun Demokrasi yang terbuka. Yakni munculnya kerabat penguasa(incumbent) yang ikut dalam pemilukada baik pemilu gubernur, bupati dan walikota, dengan tujuan       melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti politik keluarga di ’kerajaan’ daerah.

Munculnya calon-calon kepala daerah yang berasal dari ikatan satu darah atau keluarga dengan pejabat incumbent, tentu akan membawa dampak bagi keberlangsungan pelaksanaan pemilukada di daerah. Lihat faktanya, di Bali Eka Wiryastuti (anak Bupati Tabanan Bali Adi Wiryatama) berkompetisi dalam pemilukada menggantikan bapaknya. Di Lampung Rycko Menoza(anak Gubernur Lampung Sjachroedin) menjadi calon Bupati Lampung Selatan. Di Kabupaten Way Kanan ( putra Bupati Way Kanan Agung Ilmu Mangku negara) mencalonkan diri menggantikan ayahnya. Kemudian Arisandi Dharmawan(anak Bupati Tulang Bawang ) mencalonkan diri menjadi bupati Pesawaran. Di Kota Bandar Lampung Heru Sambodo, (anak Ketua Golkar Lampung Alzier Dianis Tabrani ) membidik kursi wali kota. Di Kepulauan Riau, Aida Nasution (istri Gubernur Ismeth Abdullah) mencalonkan diri menggantikan kursi suaminya. Di Yogyakarta Sri Suryawidati(Istri Bupati Bantul Idham Samawi) tak mau kalah ketinggalan maju menjadi calon bupati meneruskan kursi suami. Di Kalimantan Timur, Awang Ferdian Hidayat, putra gubernur Awang Farouk, mencalonkan diri jadi Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), bersaing dengan Rita Widyasari anak mantan Bupati Kukar Syaukani, yang pernah dipenjara karena kasus korupsi yang kemudian dibebaskan karena dianggap mengidap sakit permanen. Pembebasan ini kemudian menuai kontroversi.

Di Propinsi Jawa timur juga terjadi calon kepala daerah yang juga berasal dari ikatan keluarga dengan pejabat penguasa., misalnya di Sidoarjo, mantan Bupati Win Hendarso yang sebelumnya menyiapkan orang dekatnya , Bambang Julianto ( Kepala Dinas PU dan Bina Marga Sidoarjo) maju menjadi cabub menggantikan dirinya. Tapi , Win kelimpungan ketika Bambang meninggal. Akhirnya Win memunculkan nama istrinya sebagai calon yang di jagokan, meskipun istrinya tidak kredibel dan tidak pernah terjun ke politik, akhirnya masyarakat Sidoarjo tidak menjatuhkan pilihan pada istri Bupati, maka gagalah istri bupati memegang tahta kepemimpinan di kabupaten Sidoarjo.

Di kabupaten Kediri ada dua istri (istri tua vs istri muda) yang berebut kursi bupati menggantikan suaminya. Mereka adalah Haryanti dan Nurlaila. Haryanti adalah istri sah dari Bupati Kediri Sutrisno. Dengan statusnya ini Haryati lebih beruntung dari pada Nurlaila, karena lebih banyak dukungan dari suami. Keduanya memang bersaing untuk mencari perhatian sang suami, kalau dulu persaingan dalam merebutkan kasur sedang dalam pemilukada  yang direbutkan adalah  jabatan bupati. Dalam persaingan kasur tentu bupati lebih memilih Nurlaila karena lebih mudah dan masih kinyis-kinyis, tapi dalam persaingan politik untuk menduduki tahta di Kabupaten Kediri sang suami tidak main-main beliau lebih memilih yang berpengalaman dan kredibel yaitu Istri tuanya, akhirnya  Haryantilah yang jadi pemenang pemegang tahta kepemimpinan di Kabupaten kediri.

Di Kabupaten tetangga kita Probolinggo ,sedang berlangsung Pemilukada  yang diikuti oleh Istri dari Hasan Aminuddin, Bupati Probolinggo periode 2007 -20012. Hasan memunculkan istrinya , Puput Tantriana Sari atau sering dikenal dengan Tantri Hasan Aminuddin sebagai bakal calon (balon) bupati, begitu juga kakak kandungnya Hafidz Aminuddin ketua DPC PKB Probolinggo maju sebagai balon bupati, sehingga masyarakat Probolinggo menjuluki ”Dinasti Aminuddin”. Majunya istri dan kakak kandung Hasan Aminuddin menjadi perhatian publik di Probolinggo. Dari pengamatan saya munculnya dua candidat bacabup Probolinggo, Istri Hasan Aminuddin dan kakak kandungnya Hafidz Aminuddin akan menguntungkan dan melanggengkan ”Dinasti Aminuddin”, karena bisa memecah suara pemilih di Probolinggo, dan ini adalah bagian dari strategi politik. Tapi, kalau keduanya sama –sama berambisi untuk menjadi yang terkuat, Istri bupati, Tantri Hasan Aminuddin masih yang lebih unggul bila dibandingkan dengan Kakak iparnya. Sebab istri bupati sudah punya dua  poin diatas kakak iparnya. karena sudah banyak dikenal di seluruh wilayah probolinggo, selain menjadi ketua Tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga  (PKK) Kabupaten Probolinggo,  kemanapun suaminya pergi beliaunya selalu mengikuti sehingga penampakan wajahnya sudah tidak asing bagi masyarakat di Probolinggo inilah Promosi “gratis” ini poin pertama. Selain itu trek rekord sang suami sudah tidak di ragukan lagi . Dua kali putaran memimpin Kabupaten Probolinggo dan membawa kemajuan yang cukup pesat bagi Kabupaten Probolinggo. Masyarakat kita masih berpandangan bahwa kesuksesan suami ”Hasan Aminuddin” tidak lepas dari pendampingan sang Istri, inilah poin kedua, yang di kantongi oleh Tantri Hasan Aminudin . Dibandingkan dengan sang Kakak ipar yang masih di bilang pendatang baru, walupun menjadi ketua DPC PKB Probolinggo. Tapi, Hasan Aminuddin harus belajar dari Pemilu kada Kabupaten Pasuruan periode 2008-2013, dimana kuda hitam pasangan Dade Angga –Edy Paripurna (DAdi), yang di dukung oleh Partai PDIP dan partai gurem atau dalam barisan PERISAI yang memenangkan pemilu. Mengalahkan Dua Pasangan, Jusbakir-Joko Cahyono (JUJUR) dan pasangan Muzammil – Jubaidi (JA-DI) . Perlu diketahui bahwa,  Jusbakir, Joko, Muzammil, dan Jubaidi adalah tokok sentral di partai PKB, akibatnya dalam Pemilukada 2008-20013, suara PKB pecah jadi dua, maka menanglah si kuda hitam Pasangan Dade Angga- Edy Paripurna. Apakah kasus di pasuruan akan terulang di Kabupaten Probolinggo?. Masyarakat Probolinggo masih mengakui,  “Hasan Aminuddin” sebagai  Tokoh dari Partai PKB Kabupaten Probolinggo, dan dua kali menjadi bupati Kabupaten Probolinggo juga di berangkatkan dari partai PKB. Walaupun sekarang sudah menjadi ketua NASDEM Propinsi Jawa Timur, beliaunya masih tetap di tokoh kan oleh orang-orang PKB di sana. Tapi,  sekarang belianya memunculkan dua orang dekatnya, maka bingunglah masyarakat pemilih yang dulu menggap Hasan Aminuddin itu orang PKB. Mau pilih Kakaknya Hafidz yang merupakan Ketua DPC PKB atau memilih  istrinya . Jelas suara masyarakat yang fanatik dengan Bupati Hasan Aminuddin akan terbelah menjadi dua, maka yang di untungkan adalah kuda hitam, yaitu cabub lain.

JABATAN TURUNAN

                        Fenomena majunya calon kepala daerah yang mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat sebelumnya atau incumbent sebenarnya sangat ironis. Hal ini menandakan bahwa kursi kepala daerah adalah jabatan yang menguntungkan, membawa berkah dan bisa dijadikan sarana untuk mengeruk kekayaan serta melanggengkan kekuasaan untuk diturunkan kepada istri, saudara hingga anak-cucu. Karena strategi  ini cukup ampuh untuk mempertahankan kekuasaan, sebab bupati yang sudah menjabat dua periode tidak bisa mencalonkan diri lagi karena dibatasi oleh aturan. Maka, jauh-jauh hari sebelum dirinya lengser harus menyiapkan ”penggantinya”. Sebenarnya tidak ada larangan keluarga pejabat incumbent yang ikut dalam bursa pencalonan Gubernur, bupati, walikota, asal kredibel dan kualified . Tapi yang dikhawatirkan adanya penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk tujuan sang calon yang notabene mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pejabat incumbent.

Pemilukada saat ini penuh misteri. Di satu sisi , rakyat kian apatis dan tidak peduli sehingga tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilukada cenderung turun. Apatisme masyarakat ini justru dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu meraih jabatan dan kekayaan. Mereka adalah orang-orang yang ingin melanggengkan kekayaan dan kekuasaan agar tetap jatuh kepada garis keluarganya. Ini merupakan problem teknik pemilukada  selain, problem transparansi pembentukan penyelenggara pemilu, persoalan DPT, money politik, pilkada ulang dan juga pendanaan dalam pemilu kada. Persaingan antara aristokrat (kerabat penguasa) dalam melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti  politik keluarga incumbent.

Regenerasi kepemimpinan politik lokal yang berbasis pada kekerabatan ini lambat tapi pasti akan menggeser isu demokrasi ke aristokrasi. Wacana politik akan kian elitis karena tak ada lagi kompetisi yang seimbang dan fair antara calon orang biasa dan ” orang luar biasa”. Calon yang mempunyai hubungan keluarga dengan incumbent pasti akan lebih diuntungkan ketimbang calon lain.

Menurut Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam bukunya Patrons, Clients and Friends: Interpersonal Relations and the structure of trust in Society, ada empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elite-elite politik di suatu negara.

Pertama, kepercayaan (trusty) ini lebih disebabkan karena kerabat lebih dipercaya dan tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan. Kedua, loyalitas (loyality) kerabat akan jauh memiliki loyalitas tinggi dalam konteks menjalankan semua tugas politik terutama dalam hal menjaga wibawa dan kehormatan kerabat besar ketimbang orang lain. Ketiga, solidaritas (solidarity) kerabat dipastikan jauh memiliki tingkat solidaritas yang tangguh  terutama dalam menolong keluarga besar dari kebangkrutan kekuasaan dan kekayaan ketimbang mereka yang bukan dari kalangan kerabat. Keempat, proteksi (protection) ini terkait dengan model mempertahankan gengsi dan kehormatan keluarga besar. Mereka yang berasal dari keluarga yang sama akan cenderung mampu menjaga apa yang telah dimiliki keluarga ketimbang orang lain.

Mewariskan jabatan atau kekuasaan politik secara prosedural melalui pelaksanaan pemilukada, apakah itu kursi gubernur, bupati atau walikota kepada istri, anak, menantu atau saudara yang hanya berputar di kalangan kerabat penguasa (incumbent) tidaklah melanggar hukum, karena tidak diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 juncto UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pemilukada. Namun praktek ini jelas melanggar etika politik, kepatuhan, dan norma umum. Karena model ini jelas akan menyumbat regenerasi calon pemimpin politik lokal berdasar pada kompetisi yang fair yang seharusnya bertumpu pada rekam jejak keilmuan, kemampuan dan integritas moral. Jangan sampai pemilukada hanya menjadi ritual demokrasi prosedural untuk melestarikan aristokrasi yang melahirkan raja-raja kecil di ”kerajaan ” daerah.

Diperlukan Proteksi

Untuk itu perlu adanya aturan larangan secara formal, bahwa anggota keluarga, terutama istri dan anak petahana(incumbent) maju mencalonkan diri menjadi gubernur, bupati, walikota dan wakilnya dalam pemilu kada. Pelarangan ini sudah ditegaskan presiden SBY dalam konteks pilkada (jawa pos, 25/6). Pemerintah juga mengusulkan melalui RUU pilkada, tentang pembatasan bagi kerabat petahana untuk maju menjadi calon kepala daerah. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada akan diatur tegas tentang politik dinasti atau politik kekerabatan. ” Dalam RUU Pilkada, pemerintah ingin mewujudkan suatu kompetisi pilkada yang dinamis, namun tetap mengaktualisasikan nilai-nilai kesetaraan, dimana perlu adanya pembatasan bagi seorang calon yang merupakan keturunan atau terdapat ikatan perkawinan dengan kepala daerah  petahana,” Dikatakan Menteri Dalam Negeri, Gumawan Fauzi, di Jakarta, (12/6). Gumawan, mampu menjamin suatu kompetisi yang setara, dimana seorang kepala daerah tidak memobilisasi jajaran pemerintah daerah untuk kepentingan dukungan bagi calon yang memiliki darah ” atau punya hubungan perkawinan dengan yang bersangkutan ” . Sementara itu, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, menilai politik dinasti telah merusak regenerasi. Apalagi, bila politik dinasti itu tak mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas.

Penulis adalah Ex-Panwas pilkada 2008, Panwaslu Pileg & Pilpres 2009.

Kabupaten Pasuruan.

Alamat : Jl. Mawar 02 Ledug Prigen Pasuruan

Hp : 081333954053.

DINASTI KEPEMIMPINAN DALAM PEMILU KADA

Oleh : Ki Sonhaji Mutiallah, M. MPd

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), telah berlangsung di beberapa daerah di Indonesia. Ada kurang lebih 244 daerah yang akan mengggelar pemilukada, Baik itu memilih Gubernur, Bupati, Walikota dan wakilnya. Beberapa problem teknis dalam pemilukada selalu saja terjadi, mulai dari pembentukan penyelenggara pemilu (Panwas dan KPU) yang tidak transparan  dan di kondisikan oleh salah satu penguasa, mahalnya pendanaan pilkada, persoalan DPT, money politics, pilkada ulang, kini bertambah lagi satu permasalahan yang sangat ironis sekali di tengah-tengah bangsa Indonesia sedang membangun Demokrasi yang terbuka. Yakni munculnya kerabat penguasa(incumbent) yang ikut dalam pemilukada baik pemilu gubernur, bupati dan walikota, dengan tujuan       melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti politik keluarga di ’kerajaan’ daerah.

Munculnya calon-calon kepala daerah yang berasal dari ikatan satu darah atau keluarga dengan pejabat incumbent, tentu akan membawa dampak bagi keberlangsungan pelaksanaan pemilukada di daerah. Lihat faktanya, di Bali Eka Wiryastuti (anak Bupati Tabanan Bali Adi Wiryatama) berkompetisi dalam pemilukada menggantikan bapaknya. Di Lampung Rycko Menoza(anak Gubernur Lampung Sjachroedin) menjadi calon Bupati Lampung Selatan. Di Kabupaten Way Kanan ( putra Bupati Way Kanan Agung Ilmu Mangku negara) mencalonkan diri menggantikan ayahnya. Kemudian Arisandi Dharmawan(anak Bupati Tulang Bawang ) mencalonkan diri menjadi bupati Pesawaran. Di Kota Bandar Lampung Heru Sambodo, (anak Ketua Golkar Lampung Alzier Dianis Tabrani ) membidik kursi wali kota. Di Kepulauan Riau, Aida Nasution (istri Gubernur Ismeth Abdullah) mencalonkan diri menggantikan kursi suaminya. Di Yogyakarta Sri Suryawidati(Istri Bupati Bantul Idham Samawi) tak mau kalah ketinggalan maju menjadi calon bupati meneruskan kursi suami. Di Kalimantan Timur, Awang Ferdian Hidayat, putra gubernur Awang Farouk, mencalonkan diri jadi Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), bersaing dengan Rita Widyasari anak mantan Bupati Kukar Syaukani, yang pernah dipenjara karena kasus korupsi yang kemudian dibebaskan karena dianggap mengidap sakit permanen. Pembebasan ini kemudian menuai kontroversi.

Di Propinsi Jawa timur juga terjadi calon kepala daerah yang juga berasal dari ikatan keluarga dengan pejabat penguasa., misalnya di Sidoarjo, mantan Bupati Win Hendarso yang sebelumnya menyiapkan orang dekatnya , Bambang Julianto ( Kepala Dinas PU dan Bina Marga Sidoarjo) maju menjadi cabub menggantikan dirinya. Tapi , Win kelimpungan ketika Bambang meninggal. Akhirnya Win memunculkan nama istrinya sebagai calon yang di jagokan, meskipun istrinya tidak kredibel dan tidak pernah terjun ke politik, akhirnya masyarakat Sidoarjo tidak menjatuhkan pilihan pada istri Bupati, maka gagalah istri bupati memegang tahta kepemimpinan di kabupaten Sidoarjo.

Di kabupaten Kediri ada dua istri (istri tua vs istri muda) yang berebut kursi bupati menggantikan suaminya. Mereka adalah Haryanti dan Nurlaila. Haryanti adalah istri sah dari Bupati Kediri Sutrisno. Dengan statusnya ini Haryati lebih beruntung dari pada Nurlaila, karena lebih banyak dukungan dari suami. Keduanya memang bersaing untuk mencari perhatian sang suami, kalau dulu persaingan dalam merebutkan kasur sedang dalam pemilukada  yang direbutkan adalah  jabatan bupati. Dalam persaingan kasur tentu bupati lebih memilih Nurlaila karena lebih mudah dan masih kinyis-kinyis, tapi dalam persaingan politik untuk menduduki tahta di Kabupaten Kediri sang suami tidak main-main beliau lebih memilih yang berpengalaman dan kredibel yaitu Istri tuanya, akhirnya  Haryantilah yang jadi pemenang pemegang tahta kepemimpinan di Kabupaten kediri.

Di Kabupaten tetangga kita Probolinggo ,sedang berlangsung Pemilukada  yang diikuti oleh Istri dari Hasan Aminuddin, Bupati Probolinggo periode 2007 -20012. Hasan memunculkan istrinya , Puput Tantriana Sari atau sering dikenal dengan Tantri Hasan Aminuddin sebagai bakal calon (balon) bupati, begitu juga kakak kandungnya Hafidz Aminuddin ketua DPC PKB Probolinggo maju sebagai balon bupati, sehingga masyarakat Probolinggo menjuluki ”Dinasti Aminuddin”. Majunya istri dan kakak kandung Hasan Aminuddin menjadi perhatian publik di Probolinggo. Dari pengamatan saya munculnya dua candidat bacabup Probolinggo, Istri Hasan Aminuddin dan kakak kandungnya Hafidz Aminuddin akan menguntungkan dan melanggengkan ”Dinasti Aminuddin”, karena bisa memecah suara pemilih di Probolinggo, dan ini adalah bagian dari strategi politik. Tapi, kalau keduanya sama –sama berambisi untuk menjadi yang terkuat, Istri bupati, Tantri Hasan Aminuddin masih yang lebih unggul bila dibandingkan dengan Kakak iparnya. Sebab istri bupati sudah punya dua  poin diatas kakak iparnya. karena sudah banyak dikenal di seluruh wilayah probolinggo, selain menjadi ketua Tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga  (PKK) Kabupaten Probolinggo,  kemanapun suaminya pergi beliaunya selalu mengikuti sehingga penampakan wajahnya sudah tidak asing bagi masyarakat di Probolinggo inilah Promosi “gratis” ini poin pertama. Selain itu trek rekord sang suami sudah tidak di ragukan lagi . Dua kali putaran memimpin Kabupaten Probolinggo dan membawa kemajuan yang cukup pesat bagi Kabupaten Probolinggo. Masyarakat kita masih berpandangan bahwa kesuksesan suami ”Hasan Aminuddin” tidak lepas dari pendampingan sang Istri, inilah poin kedua, yang di kantongi oleh Tantri Hasan Aminudin . Dibandingkan dengan sang Kakak ipar yang masih di bilang pendatang baru, walupun menjadi ketua DPC PKB Probolinggo. Tapi, Hasan Aminuddin harus belajar dari Pemilu kada Kabupaten Pasuruan periode 2008-2013, dimana kuda hitam pasangan Dade Angga –Edy Paripurna (DAdi), yang di dukung oleh Partai PDIP dan partai gurem atau dalam barisan PERISAI yang memenangkan pemilu. Mengalahkan Dua Pasangan, Jusbakir-Joko Cahyono (JUJUR) dan pasangan Muzammil – Jubaidi (JA-DI) . Perlu diketahui bahwa,  Jusbakir, Joko, Muzammil, dan Jubaidi adalah tokok sentral di partai PKB, akibatnya dalam Pemilukada 2008-20013, suara PKB pecah jadi dua, maka menanglah si kuda hitam Pasangan Dade Angga- Edy Paripurna. Apakah kasus di pasuruan akan terulang di Kabupaten Probolinggo?. Masyarakat Probolinggo masih mengakui,  “Hasan Aminuddin” sebagai  Tokoh dari Partai PKB Kabupaten Probolinggo, dan dua kali menjadi bupati Kabupaten Probolinggo juga di berangkatkan dari partai PKB. Walaupun sekarang sudah menjadi ketua NASDEM Propinsi Jawa Timur, beliaunya masih tetap di tokoh kan oleh orang-orang PKB di sana. Tapi,  sekarang belianya memunculkan dua orang dekatnya, maka bingunglah masyarakat pemilih yang dulu menggap Hasan Aminuddin itu orang PKB. Mau pilih Kakaknya Hafidz yang merupakan Ketua DPC PKB atau memilih  istrinya . Jelas suara masyarakat yang fanatik dengan Bupati Hasan Aminuddin akan terbelah menjadi dua, maka yang di untungkan adalah kuda hitam, yaitu cabub lain.

JABATAN TURUNAN

                        Fenomena majunya calon kepala daerah yang mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat sebelumnya atau incumbent sebenarnya sangat ironis. Hal ini menandakan bahwa kursi kepala daerah adalah jabatan yang menguntungkan, membawa berkah dan bisa dijadikan sarana untuk mengeruk kekayaan serta melanggengkan kekuasaan untuk diturunkan kepada istri, saudara hingga anak-cucu. Karena strategi  ini cukup ampuh untuk mempertahankan kekuasaan, sebab bupati yang sudah menjabat dua periode tidak bisa mencalonkan diri lagi karena dibatasi oleh aturan. Maka, jauh-jauh hari sebelum dirinya lengser harus menyiapkan ”penggantinya”. Sebenarnya tidak ada larangan keluarga pejabat incumbent yang ikut dalam bursa pencalonan Gubernur, bupati, walikota, asal kredibel dan kualified . Tapi yang dikhawatirkan adanya penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk tujuan sang calon yang notabene mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pejabat incumbent.

Pemilukada saat ini penuh misteri. Di satu sisi , rakyat kian apatis dan tidak peduli sehingga tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilukada cenderung turun. Apatisme masyarakat ini justru dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu meraih jabatan dan kekayaan. Mereka adalah orang-orang yang ingin melanggengkan kekayaan dan kekuasaan agar tetap jatuh kepada garis keluarganya. Ini merupakan problem teknik pemilukada  selain, problem transparansi pembentukan penyelenggara pemilu, persoalan DPT, money politik, pilkada ulang dan juga pendanaan dalam pemilu kada. Persaingan antara aristokrat (kerabat penguasa) dalam melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti  politik keluarga incumbent.

Regenerasi kepemimpinan politik lokal yang berbasis pada kekerabatan ini lambat tapi pasti akan menggeser isu demokrasi ke aristokrasi. Wacana politik akan kian elitis karena tak ada lagi kompetisi yang seimbang dan fair antara calon orang biasa dan ” orang luar biasa”. Calon yang mempunyai hubungan keluarga dengan incumbent pasti akan lebih diuntungkan ketimbang calon lain.

Menurut Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam bukunya Patrons, Clients and Friends: Interpersonal Relations and the structure of trust in Society, ada empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elite-elite politik di suatu negara.

Pertama, kepercayaan (trusty) ini lebih disebabkan karena kerabat lebih dipercaya dan tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan. Kedua, loyalitas (loyality) kerabat akan jauh memiliki loyalitas tinggi dalam konteks menjalankan semua tugas politik terutama dalam hal menjaga wibawa dan kehormatan kerabat besar ketimbang orang lain. Ketiga, solidaritas (solidarity) kerabat dipastikan jauh memiliki tingkat solidaritas yang tangguh  terutama dalam menolong keluarga besar dari kebangkrutan kekuasaan dan kekayaan ketimbang mereka yang bukan dari kalangan kerabat. Keempat, proteksi (protection) ini terkait dengan model mempertahankan gengsi dan kehormatan keluarga besar. Mereka yang berasal dari keluarga yang sama akan cenderung mampu menjaga apa yang telah dimiliki keluarga ketimbang orang lain.

Mewariskan jabatan atau kekuasaan politik secara prosedural melalui pelaksanaan pemilukada, apakah itu kursi gubernur, bupati atau walikota kepada istri, anak, menantu atau saudara yang hanya berputar di kalangan kerabat penguasa (incumbent) tidaklah melanggar hukum, karena tidak diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 juncto UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pemilukada. Namun praktek ini jelas melanggar etika politik, kepatuhan, dan norma umum. Karena model ini jelas akan menyumbat regenerasi calon pemimpin politik lokal berdasar pada kompetisi yang fair yang seharusnya bertumpu pada rekam jejak keilmuan, kemampuan dan integritas moral. Jangan sampai pemilukada hanya menjadi ritual demokrasi prosedural untuk melestarikan aristokrasi yang melahirkan raja-raja kecil di ”kerajaan ” daerah.

Diperlukan Proteksi

Untuk itu perlu adanya aturan larangan secara formal, bahwa anggota keluarga, terutama istri dan anak petahana(incumbent) maju mencalonkan diri menjadi gubernur, bupati, walikota dan wakilnya dalam pemilu kada. Pelarangan ini sudah ditegaskan presiden SBY dalam konteks pilkada (jawa pos, 25/6). Pemerintah juga mengusulkan melalui RUU pilkada, tentang pembatasan bagi kerabat petahana untuk maju menjadi calon kepala daerah. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada akan diatur tegas tentang politik dinasti atau politik kekerabatan. ” Dalam RUU Pilkada, pemerintah ingin mewujudkan suatu kompetisi pilkada yang dinamis, namun tetap mengaktualisasikan nilai-nilai kesetaraan, dimana perlu adanya pembatasan bagi seorang calon yang merupakan keturunan atau terdapat ikatan perkawinan dengan kepala daerah  petahana,” Dikatakan Menteri Dalam Negeri, Gumawan Fauzi, di Jakarta, (12/6). Gumawan, mampu menjamin suatu kompetisi yang setara, dimana seorang kepala daerah tidak memobilisasi jajaran pemerintah daerah untuk kepentingan dukungan bagi calon yang memiliki darah ” atau punya hubungan perkawinan dengan yang bersangkutan ” . Sementara itu, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, menilai politik dinasti telah merusak regenerasi. Apalagi, bila politik dinasti itu tak mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas.

Penulis adalah Ex-Panwas pilkada 2008, Panwaslu Pileg & Pilpres 2009.

Kabupaten Pasuruan.

Alamat : Jl. Mawar 02 Ledug Prigen Pasuruan

Hp : 081333954053.

DINASTI KEPEMIMPINAN DALAM PEMILU KADA

Oleh : Ki Sonhaji Mutiallah, M. MPd

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), telah berlangsung di beberapa daerah di Indonesia. Ada kurang lebih 244 daerah yang akan mengggelar pemilukada, Baik itu memilih Gubernur, Bupati, Walikota dan wakilnya. Beberapa problem teknis dalam pemilukada selalu saja terjadi, mulai dari pembentukan penyelenggara pemilu (Panwas dan KPU) yang tidak transparan  dan di kondisikan oleh salah satu penguasa, mahalnya pendanaan pilkada, persoalan DPT, money politics, pilkada ulang, kini bertambah lagi satu permasalahan yang sangat ironis sekali di tengah-tengah bangsa Indonesia sedang membangun Demokrasi yang terbuka. Yakni munculnya kerabat penguasa(incumbent) yang ikut dalam pemilukada baik pemilu gubernur, bupati dan walikota, dengan tujuan       melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti politik keluarga di ’kerajaan’ daerah.

Munculnya calon-calon kepala daerah yang berasal dari ikatan satu darah atau keluarga dengan pejabat incumbent, tentu akan membawa dampak bagi keberlangsungan pelaksanaan pemilukada di daerah. Lihat faktanya, di Bali Eka Wiryastuti (anak Bupati Tabanan Bali Adi Wiryatama) berkompetisi dalam pemilukada menggantikan bapaknya. Di Lampung Rycko Menoza(anak Gubernur Lampung Sjachroedin) menjadi calon Bupati Lampung Selatan. Di Kabupaten Way Kanan ( putra Bupati Way Kanan Agung Ilmu Mangku negara) mencalonkan diri menggantikan ayahnya. Kemudian Arisandi Dharmawan(anak Bupati Tulang Bawang ) mencalonkan diri menjadi bupati Pesawaran. Di Kota Bandar Lampung Heru Sambodo, (anak Ketua Golkar Lampung Alzier Dianis Tabrani ) membidik kursi wali kota. Di Kepulauan Riau, Aida Nasution (istri Gubernur Ismeth Abdullah) mencalonkan diri menggantikan kursi suaminya. Di Yogyakarta Sri Suryawidati(Istri Bupati Bantul Idham Samawi) tak mau kalah ketinggalan maju menjadi calon bupati meneruskan kursi suami. Di Kalimantan Timur, Awang Ferdian Hidayat, putra gubernur Awang Farouk, mencalonkan diri jadi Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), bersaing dengan Rita Widyasari anak mantan Bupati Kukar Syaukani, yang pernah dipenjara karena kasus korupsi yang kemudian dibebaskan karena dianggap mengidap sakit permanen. Pembebasan ini kemudian menuai kontroversi.

Di Propinsi Jawa timur juga terjadi calon kepala daerah yang juga berasal dari ikatan keluarga dengan pejabat penguasa., misalnya di Sidoarjo, mantan Bupati Win Hendarso yang sebelumnya menyiapkan orang dekatnya , Bambang Julianto ( Kepala Dinas PU dan Bina Marga Sidoarjo) maju menjadi cabub menggantikan dirinya. Tapi , Win kelimpungan ketika Bambang meninggal. Akhirnya Win memunculkan nama istrinya sebagai calon yang di jagokan, meskipun istrinya tidak kredibel dan tidak pernah terjun ke politik, akhirnya masyarakat Sidoarjo tidak menjatuhkan pilihan pada istri Bupati, maka gagalah istri bupati memegang tahta kepemimpinan di kabupaten Sidoarjo.

Di kabupaten Kediri ada dua istri (istri tua vs istri muda) yang berebut kursi bupati menggantikan suaminya. Mereka adalah Haryanti dan Nurlaila. Haryanti adalah istri sah dari Bupati Kediri Sutrisno. Dengan statusnya ini Haryati lebih beruntung dari pada Nurlaila, karena lebih banyak dukungan dari suami. Keduanya memang bersaing untuk mencari perhatian sang suami, kalau dulu persaingan dalam merebutkan kasur sedang dalam pemilukada  yang direbutkan adalah  jabatan bupati. Dalam persaingan kasur tentu bupati lebih memilih Nurlaila karena lebih mudah dan masih kinyis-kinyis, tapi dalam persaingan politik untuk menduduki tahta di Kabupaten Kediri sang suami tidak main-main beliau lebih memilih yang berpengalaman dan kredibel yaitu Istri tuanya, akhirnya  Haryantilah yang jadi pemenang pemegang tahta kepemimpinan di Kabupaten kediri.

Di Kabupaten tetangga kita Probolinggo ,sedang berlangsung Pemilukada  yang diikuti oleh Istri dari Hasan Aminuddin, Bupati Probolinggo periode 2007 -20012. Hasan memunculkan istrinya , Puput Tantriana Sari atau sering dikenal dengan Tantri Hasan Aminuddin sebagai bakal calon (balon) bupati, begitu juga kakak kandungnya Hafidz Aminuddin ketua DPC PKB Probolinggo maju sebagai balon bupati, sehingga masyarakat Probolinggo menjuluki ”Dinasti Aminuddin”. Majunya istri dan kakak kandung Hasan Aminuddin menjadi perhatian publik di Probolinggo. Dari pengamatan saya munculnya dua candidat bacabup Probolinggo, Istri Hasan Aminuddin dan kakak kandungnya Hafidz Aminuddin akan menguntungkan dan melanggengkan ”Dinasti Aminuddin”, karena bisa memecah suara pemilih di Probolinggo, dan ini adalah bagian dari strategi politik. Tapi, kalau keduanya sama –sama berambisi untuk menjadi yang terkuat, Istri bupati, Tantri Hasan Aminuddin masih yang lebih unggul bila dibandingkan dengan Kakak iparnya. Sebab istri bupati sudah punya dua  poin diatas kakak iparnya. karena sudah banyak dikenal di seluruh wilayah probolinggo, selain menjadi ketua Tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga  (PKK) Kabupaten Probolinggo,  kemanapun suaminya pergi beliaunya selalu mengikuti sehingga penampakan wajahnya sudah tidak asing bagi masyarakat di Probolinggo inilah Promosi “gratis” ini poin pertama. Selain itu trek rekord sang suami sudah tidak di ragukan lagi . Dua kali putaran memimpin Kabupaten Probolinggo dan membawa kemajuan yang cukup pesat bagi Kabupaten Probolinggo. Masyarakat kita masih berpandangan bahwa kesuksesan suami ”Hasan Aminuddin” tidak lepas dari pendampingan sang Istri, inilah poin kedua, yang di kantongi oleh Tantri Hasan Aminudin . Dibandingkan dengan sang Kakak ipar yang masih di bilang pendatang baru, walupun menjadi ketua DPC PKB Probolinggo. Tapi, Hasan Aminuddin harus belajar dari Pemilu kada Kabupaten Pasuruan periode 2008-2013, dimana kuda hitam pasangan Dade Angga –Edy Paripurna (DAdi), yang di dukung oleh Partai PDIP dan partai gurem atau dalam barisan PERISAI yang memenangkan pemilu. Mengalahkan Dua Pasangan, Jusbakir-Joko Cahyono (JUJUR) dan pasangan Muzammil – Jubaidi (JA-DI) . Perlu diketahui bahwa,  Jusbakir, Joko, Muzammil, dan Jubaidi adalah tokok sentral di partai PKB, akibatnya dalam Pemilukada 2008-20013, suara PKB pecah jadi dua, maka menanglah si kuda hitam Pasangan Dade Angga- Edy Paripurna. Apakah kasus di pasuruan akan terulang di Kabupaten Probolinggo?. Masyarakat Probolinggo masih mengakui,  “Hasan Aminuddin” sebagai  Tokoh dari Partai PKB Kabupaten Probolinggo, dan dua kali menjadi bupati Kabupaten Probolinggo juga di berangkatkan dari partai PKB. Walaupun sekarang sudah menjadi ketua NASDEM Propinsi Jawa Timur, beliaunya masih tetap di tokoh kan oleh orang-orang PKB di sana. Tapi,  sekarang belianya memunculkan dua orang dekatnya, maka bingunglah masyarakat pemilih yang dulu menggap Hasan Aminuddin itu orang PKB. Mau pilih Kakaknya Hafidz yang merupakan Ketua DPC PKB atau memilih  istrinya . Jelas suara masyarakat yang fanatik dengan Bupati Hasan Aminuddin akan terbelah menjadi dua, maka yang di untungkan adalah kuda hitam, yaitu cabub lain.

JABATAN TURUNAN

                        Fenomena majunya calon kepala daerah yang mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat sebelumnya atau incumbent sebenarnya sangat ironis. Hal ini menandakan bahwa kursi kepala daerah adalah jabatan yang menguntungkan, membawa berkah dan bisa dijadikan sarana untuk mengeruk kekayaan serta melanggengkan kekuasaan untuk diturunkan kepada istri, saudara hingga anak-cucu. Karena strategi  ini cukup ampuh untuk mempertahankan kekuasaan, sebab bupati yang sudah menjabat dua periode tidak bisa mencalonkan diri lagi karena dibatasi oleh aturan. Maka, jauh-jauh hari sebelum dirinya lengser harus menyiapkan ”penggantinya”. Sebenarnya tidak ada larangan keluarga pejabat incumbent yang ikut dalam bursa pencalonan Gubernur, bupati, walikota, asal kredibel dan kualified . Tapi yang dikhawatirkan adanya penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk tujuan sang calon yang notabene mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pejabat incumbent.

Pemilukada saat ini penuh misteri. Di satu sisi , rakyat kian apatis dan tidak peduli sehingga tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilukada cenderung turun. Apatisme masyarakat ini justru dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu meraih jabatan dan kekayaan. Mereka adalah orang-orang yang ingin melanggengkan kekayaan dan kekuasaan agar tetap jatuh kepada garis keluarganya. Ini merupakan problem teknik pemilukada  selain, problem transparansi pembentukan penyelenggara pemilu, persoalan DPT, money politik, pilkada ulang dan juga pendanaan dalam pemilu kada. Persaingan antara aristokrat (kerabat penguasa) dalam melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti  politik keluarga incumbent.

Regenerasi kepemimpinan politik lokal yang berbasis pada kekerabatan ini lambat tapi pasti akan menggeser isu demokrasi ke aristokrasi. Wacana politik akan kian elitis karena tak ada lagi kompetisi yang seimbang dan fair antara calon orang biasa dan ” orang luar biasa”. Calon yang mempunyai hubungan keluarga dengan incumbent pasti akan lebih diuntungkan ketimbang calon lain.

Menurut Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam bukunya Patrons, Clients and Friends: Interpersonal Relations and the structure of trust in Society, ada empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elite-elite politik di suatu negara.

Pertama, kepercayaan (trusty) ini lebih disebabkan karena kerabat lebih dipercaya dan tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan. Kedua, loyalitas (loyality) kerabat akan jauh memiliki loyalitas tinggi dalam konteks menjalankan semua tugas politik terutama dalam hal menjaga wibawa dan kehormatan kerabat besar ketimbang orang lain. Ketiga, solidaritas (solidarity) kerabat dipastikan jauh memiliki tingkat solidaritas yang tangguh  terutama dalam menolong keluarga besar dari kebangkrutan kekuasaan dan kekayaan ketimbang mereka yang bukan dari kalangan kerabat. Keempat, proteksi (protection) ini terkait dengan model mempertahankan gengsi dan kehormatan keluarga besar. Mereka yang berasal dari keluarga yang sama akan cenderung mampu menjaga apa yang telah dimiliki keluarga ketimbang orang lain.

Mewariskan jabatan atau kekuasaan politik secara prosedural melalui pelaksanaan pemilukada, apakah itu kursi gubernur, bupati atau walikota kepada istri, anak, menantu atau saudara yang hanya berputar di kalangan kerabat penguasa (incumbent) tidaklah melanggar hukum, karena tidak diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 juncto UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pemilukada. Namun praktek ini jelas melanggar etika politik, kepatuhan, dan norma umum. Karena model ini jelas akan menyumbat regenerasi calon pemimpin politik lokal berdasar pada kompetisi yang fair yang seharusnya bertumpu pada rekam jejak keilmuan, kemampuan dan integritas moral. Jangan sampai pemilukada hanya menjadi ritual demokrasi prosedural untuk melestarikan aristokrasi yang melahirkan raja-raja kecil di ”kerajaan ” daerah.

Diperlukan Proteksi

Untuk itu perlu adanya aturan larangan secara formal, bahwa anggota keluarga, terutama istri dan anak petahana(incumbent) maju mencalonkan diri menjadi gubernur, bupati, walikota dan wakilnya dalam pemilu kada. Pelarangan ini sudah ditegaskan presiden SBY dalam konteks pilkada (jawa pos, 25/6). Pemerintah juga mengusulkan melalui RUU pilkada, tentang pembatasan bagi kerabat petahana untuk maju menjadi calon kepala daerah. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada akan diatur tegas tentang politik dinasti atau politik kekerabatan. ” Dalam RUU Pilkada, pemerintah ingin mewujudkan suatu kompetisi pilkada yang dinamis, namun tetap mengaktualisasikan nilai-nilai kesetaraan, dimana perlu adanya pembatasan bagi seorang calon yang merupakan keturunan atau terdapat ikatan perkawinan dengan kepala daerah  petahana,” Dikatakan Menteri Dalam Negeri, Gumawan Fauzi, di Jakarta, (12/6). Gumawan, mampu menjamin suatu kompetisi yang setara, dimana seorang kepala daerah tidak memobilisasi jajaran pemerintah daerah untuk kepentingan dukungan bagi calon yang memiliki darah ” atau punya hubungan perkawinan dengan yang bersangkutan ” . Sementara itu, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, menilai politik dinasti telah merusak regenerasi. Apalagi, bila politik dinasti itu tak mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas.

Penulis adalah Ex-Panwas pilkada 2008, Panwaslu Pileg & Pilpres 2009.

Kabupaten Pasuruan.

Alamat : Jl. Mawar 02 Ledug Prigen Pasuruan

Hp : 081333954053.

DINASTI KEPEMIMPINAN DALAM PEMILU KADA

Oleh : Ki Sonhaji Mutiallah, M. MPd

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), telah berlangsung di beberapa daerah di Indonesia. Ada kurang lebih 244 daerah yang akan mengggelar pemilukada, Baik itu memilih Gubernur, Bupati, Walikota dan wakilnya. Beberapa problem teknis dalam pemilukada selalu saja terjadi, mulai dari pembentukan penyelenggara pemilu (Panwas dan KPU) yang tidak transparan  dan di kondisikan oleh salah satu penguasa, mahalnya pendanaan pilkada, persoalan DPT, money politics, pilkada ulang, kini bertambah lagi satu permasalahan yang sangat ironis sekali di tengah-tengah bangsa Indonesia sedang membangun Demokrasi yang terbuka. Yakni munculnya kerabat penguasa(incumbent) yang ikut dalam pemilukada baik pemilu gubernur, bupati dan walikota, dengan tujuan       melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti politik keluarga di ’kerajaan’ daerah.

Munculnya calon-calon kepala daerah yang berasal dari ikatan satu darah atau keluarga dengan pejabat incumbent, tentu akan membawa dampak bagi keberlangsungan pelaksanaan pemilukada di daerah. Lihat faktanya, di Bali Eka Wiryastuti (anak Bupati Tabanan Bali Adi Wiryatama) berkompetisi dalam pemilukada menggantikan bapaknya. Di Lampung Rycko Menoza(anak Gubernur Lampung Sjachroedin) menjadi calon Bupati Lampung Selatan. Di Kabupaten Way Kanan ( putra Bupati Way Kanan Agung Ilmu Mangku negara) mencalonkan diri menggantikan ayahnya. Kemudian Arisandi Dharmawan(anak Bupati Tulang Bawang ) mencalonkan diri menjadi bupati Pesawaran. Di Kota Bandar Lampung Heru Sambodo, (anak Ketua Golkar Lampung Alzier Dianis Tabrani ) membidik kursi wali kota. Di Kepulauan Riau, Aida Nasution (istri Gubernur Ismeth Abdullah) mencalonkan diri menggantikan kursi suaminya. Di Yogyakarta Sri Suryawidati(Istri Bupati Bantul Idham Samawi) tak mau kalah ketinggalan maju menjadi calon bupati meneruskan kursi suami. Di Kalimantan Timur, Awang Ferdian Hidayat, putra gubernur Awang Farouk, mencalonkan diri jadi Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), bersaing dengan Rita Widyasari anak mantan Bupati Kukar Syaukani, yang pernah dipenjara karena kasus korupsi yang kemudian dibebaskan karena dianggap mengidap sakit permanen. Pembebasan ini kemudian menuai kontroversi.

Di Propinsi Jawa timur juga terjadi calon kepala daerah yang juga berasal dari ikatan keluarga dengan pejabat penguasa., misalnya di Sidoarjo, mantan Bupati Win Hendarso yang sebelumnya menyiapkan orang dekatnya , Bambang Julianto ( Kepala Dinas PU dan Bina Marga Sidoarjo) maju menjadi cabub menggantikan dirinya. Tapi , Win kelimpungan ketika Bambang meninggal. Akhirnya Win memunculkan nama istrinya sebagai calon yang di jagokan, meskipun istrinya tidak kredibel dan tidak pernah terjun ke politik, akhirnya masyarakat Sidoarjo tidak menjatuhkan pilihan pada istri Bupati, maka gagalah istri bupati memegang tahta kepemimpinan di kabupaten Sidoarjo.

Di kabupaten Kediri ada dua istri (istri tua vs istri muda) yang berebut kursi bupati menggantikan suaminya. Mereka adalah Haryanti dan Nurlaila. Haryanti adalah istri sah dari Bupati Kediri Sutrisno. Dengan statusnya ini Haryati lebih beruntung dari pada Nurlaila, karena lebih banyak dukungan dari suami. Keduanya memang bersaing untuk mencari perhatian sang suami, kalau dulu persaingan dalam merebutkan kasur sedang dalam pemilukada  yang direbutkan adalah  jabatan bupati. Dalam persaingan kasur tentu bupati lebih memilih Nurlaila karena lebih mudah dan masih kinyis-kinyis, tapi dalam persaingan politik untuk menduduki tahta di Kabupaten Kediri sang suami tidak main-main beliau lebih memilih yang berpengalaman dan kredibel yaitu Istri tuanya, akhirnya  Haryantilah yang jadi pemenang pemegang tahta kepemimpinan di Kabupaten kediri.

Di Kabupaten tetangga kita Probolinggo ,sedang berlangsung Pemilukada  yang diikuti oleh Istri dari Hasan Aminuddin, Bupati Probolinggo periode 2007 -20012. Hasan memunculkan istrinya , Puput Tantriana Sari atau sering dikenal dengan Tantri Hasan Aminuddin sebagai bakal calon (balon) bupati, begitu juga kakak kandungnya Hafidz Aminuddin ketua DPC PKB Probolinggo maju sebagai balon bupati, sehingga masyarakat Probolinggo menjuluki ”Dinasti Aminuddin”. Majunya istri dan kakak kandung Hasan Aminuddin menjadi perhatian publik di Probolinggo. Dari pengamatan saya munculnya dua candidat bacabup Probolinggo, Istri Hasan Aminuddin dan kakak kandungnya Hafidz Aminuddin akan menguntungkan dan melanggengkan ”Dinasti Aminuddin”, karena bisa memecah suara pemilih di Probolinggo, dan ini adalah bagian dari strategi politik. Tapi, kalau keduanya sama –sama berambisi untuk menjadi yang terkuat, Istri bupati, Tantri Hasan Aminuddin masih yang lebih unggul bila dibandingkan dengan Kakak iparnya. Sebab istri bupati sudah punya dua  poin diatas kakak iparnya. karena sudah banyak dikenal di seluruh wilayah probolinggo, selain menjadi ketua Tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga  (PKK) Kabupaten Probolinggo,  kemanapun suaminya pergi beliaunya selalu mengikuti sehingga penampakan wajahnya sudah tidak asing bagi masyarakat di Probolinggo inilah Promosi “gratis” ini poin pertama. Selain itu trek rekord sang suami sudah tidak di ragukan lagi . Dua kali putaran memimpin Kabupaten Probolinggo dan membawa kemajuan yang cukup pesat bagi Kabupaten Probolinggo. Masyarakat kita masih berpandangan bahwa kesuksesan suami ”Hasan Aminuddin” tidak lepas dari pendampingan sang Istri, inilah poin kedua, yang di kantongi oleh Tantri Hasan Aminudin . Dibandingkan dengan sang Kakak ipar yang masih di bilang pendatang baru, walupun menjadi ketua DPC PKB Probolinggo. Tapi, Hasan Aminuddin harus belajar dari Pemilu kada Kabupaten Pasuruan periode 2008-2013, dimana kuda hitam pasangan Dade Angga –Edy Paripurna (DAdi), yang di dukung oleh Partai PDIP dan partai gurem atau dalam barisan PERISAI yang memenangkan pemilu. Mengalahkan Dua Pasangan, Jusbakir-Joko Cahyono (JUJUR) dan pasangan Muzammil – Jubaidi (JA-DI) . Perlu diketahui bahwa,  Jusbakir, Joko, Muzammil, dan Jubaidi adalah tokok sentral di partai PKB, akibatnya dalam Pemilukada 2008-20013, suara PKB pecah jadi dua, maka menanglah si kuda hitam Pasangan Dade Angga- Edy Paripurna. Apakah kasus di pasuruan akan terulang di Kabupaten Probolinggo?. Masyarakat Probolinggo masih mengakui,  “Hasan Aminuddin” sebagai  Tokoh dari Partai PKB Kabupaten Probolinggo, dan dua kali menjadi bupati Kabupaten Probolinggo juga di berangkatkan dari partai PKB. Walaupun sekarang sudah menjadi ketua NASDEM Propinsi Jawa Timur, beliaunya masih tetap di tokoh kan oleh orang-orang PKB di sana. Tapi,  sekarang belianya memunculkan dua orang dekatnya, maka bingunglah masyarakat pemilih yang dulu menggap Hasan Aminuddin itu orang PKB. Mau pilih Kakaknya Hafidz yang merupakan Ketua DPC PKB atau memilih  istrinya . Jelas suara masyarakat yang fanatik dengan Bupati Hasan Aminuddin akan terbelah menjadi dua, maka yang di untungkan adalah kuda hitam, yaitu cabub lain.

JABATAN TURUNAN

                        Fenomena majunya calon kepala daerah yang mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat sebelumnya atau incumbent sebenarnya sangat ironis. Hal ini menandakan bahwa kursi kepala daerah adalah jabatan yang menguntungkan, membawa berkah dan bisa dijadikan sarana untuk mengeruk kekayaan serta melanggengkan kekuasaan untuk diturunkan kepada istri, saudara hingga anak-cucu. Karena strategi  ini cukup ampuh untuk mempertahankan kekuasaan, sebab bupati yang sudah menjabat dua periode tidak bisa mencalonkan diri lagi karena dibatasi oleh aturan. Maka, jauh-jauh hari sebelum dirinya lengser harus menyiapkan ”penggantinya”. Sebenarnya tidak ada larangan keluarga pejabat incumbent yang ikut dalam bursa pencalonan Gubernur, bupati, walikota, asal kredibel dan kualified . Tapi yang dikhawatirkan adanya penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk tujuan sang calon yang notabene mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pejabat incumbent.

Pemilukada saat ini penuh misteri. Di satu sisi , rakyat kian apatis dan tidak peduli sehingga tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilukada cenderung turun. Apatisme masyarakat ini justru dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu meraih jabatan dan kekayaan. Mereka adalah orang-orang yang ingin melanggengkan kekayaan dan kekuasaan agar tetap jatuh kepada garis keluarganya. Ini merupakan problem teknik pemilukada  selain, problem transparansi pembentukan penyelenggara pemilu, persoalan DPT, money politik, pilkada ulang dan juga pendanaan dalam pemilu kada. Persaingan antara aristokrat (kerabat penguasa) dalam melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti  politik keluarga incumbent.

Regenerasi kepemimpinan politik lokal yang berbasis pada kekerabatan ini lambat tapi pasti akan menggeser isu demokrasi ke aristokrasi. Wacana politik akan kian elitis karena tak ada lagi kompetisi yang seimbang dan fair antara calon orang biasa dan ” orang luar biasa”. Calon yang mempunyai hubungan keluarga dengan incumbent pasti akan lebih diuntungkan ketimbang calon lain.

Menurut Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam bukunya Patrons, Clients and Friends: Interpersonal Relations and the structure of trust in Society, ada empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elite-elite politik di suatu negara.

Pertama, kepercayaan (trusty) ini lebih disebabkan karena kerabat lebih dipercaya dan tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan. Kedua, loyalitas (loyality) kerabat akan jauh memiliki loyalitas tinggi dalam konteks menjalankan semua tugas politik terutama dalam hal menjaga wibawa dan kehormatan kerabat besar ketimbang orang lain. Ketiga, solidaritas (solidarity) kerabat dipastikan jauh memiliki tingkat solidaritas yang tangguh  terutama dalam menolong keluarga besar dari kebangkrutan kekuasaan dan kekayaan ketimbang mereka yang bukan dari kalangan kerabat. Keempat, proteksi (protection) ini terkait dengan model mempertahankan gengsi dan kehormatan keluarga besar. Mereka yang berasal dari keluarga yang sama akan cenderung mampu menjaga apa yang telah dimiliki keluarga ketimbang orang lain.

Mewariskan jabatan atau kekuasaan politik secara prosedural melalui pelaksanaan pemilukada, apakah itu kursi gubernur, bupati atau walikota kepada istri, anak, menantu atau saudara yang hanya berputar di kalangan kerabat penguasa (incumbent) tidaklah melanggar hukum, karena tidak diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 juncto UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pemilukada. Namun praktek ini jelas melanggar etika politik, kepatuhan, dan norma umum. Karena model ini jelas akan menyumbat regenerasi calon pemimpin politik lokal berdasar pada kompetisi yang fair yang seharusnya bertumpu pada rekam jejak keilmuan, kemampuan dan integritas moral. Jangan sampai pemilukada hanya menjadi ritual demokrasi prosedural untuk melestarikan aristokrasi yang melahirkan raja-raja kecil di ”kerajaan ” daerah.

Diperlukan Proteksi

Untuk itu perlu adanya aturan larangan secara formal, bahwa anggota keluarga, terutama istri dan anak petahana(incumbent) maju mencalonkan diri menjadi gubernur, bupati, walikota dan wakilnya dalam pemilu kada. Pelarangan ini sudah ditegaskan presiden SBY dalam konteks pilkada (jawa pos, 25/6). Pemerintah juga mengusulkan melalui RUU pilkada, tentang pembatasan bagi kerabat petahana untuk maju menjadi calon kepala daerah. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada akan diatur tegas tentang politik dinasti atau politik kekerabatan. ” Dalam RUU Pilkada, pemerintah ingin mewujudkan suatu kompetisi pilkada yang dinamis, namun tetap mengaktualisasikan nilai-nilai kesetaraan, dimana perlu adanya pembatasan bagi seorang calon yang merupakan keturunan atau terdapat ikatan perkawinan dengan kepala daerah  petahana,” Dikatakan Menteri Dalam Negeri, Gumawan Fauzi, di Jakarta, (12/6). Gumawan, mampu menjamin suatu kompetisi yang setara, dimana seorang kepala daerah tidak memobilisasi jajaran pemerintah daerah untuk kepentingan dukungan bagi calon yang memiliki darah ” atau punya hubungan perkawinan dengan yang bersangkutan ” . Sementara itu, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, menilai politik dinasti telah merusak regenerasi. Apalagi, bila politik dinasti itu tak mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas.

Penulis adalah Ex-Panwas pilkada 2008, Panwaslu Pileg & Pilpres 2009.

Kabupaten Pasuruan.

Alamat : Jl. Mawar 02 Ledug Prigen Pasuruan

Hp : 081333954053.

DINASTI KEPEMIMPINAN DALAM PEMILU KADA

Oleh : Ki Sonhaji Mutiallah, M. MPd

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), telah berlangsung di beberapa daerah di Indonesia. Ada kurang lebih 244 daerah yang akan mengggelar pemilukada, Baik itu memilih Gubernur, Bupati, Walikota dan wakilnya. Beberapa problem teknis dalam pemilukada selalu saja terjadi, mulai dari pembentukan penyelenggara pemilu (Panwas dan KPU) yang tidak transparan dan di kondisikan oleh salah satu penguasa, mahalnya pendanaan pilkada, persoalan DPT, money politics, pilkada ulang, kini bertambah lagi satu permasalahan yang sangat ironis sekali di tengah-tengah bangsa Indonesia sedang membangun Demokrasi yang terbuka. Yakni munculnya kerabat penguasa(incumbent) yang ikut dalam pemilukada baik pemilu gubernur, bupati dan walikota, dengan tujuan melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti politik keluarga di ’kerajaan’ daerah. Munculnya calon-calon kepala daerah yang berasal dari ikatan satu darah atau keluarga dengan pejabat incumbent, tentu akan membawa dampak bagi keberlangsungan pelaksanaan pemilukada di daerah. Lihat faktanya, di Bali Eka Wiryastuti (anak Bupati Tabanan Bali Adi Wiryatama) berkompetisi dalam pemilukada menggantikan bapaknya. Di Lampung Rycko Menoza(anak Gubernur Lampung Sjachroedin) menjadi calon Bupati Lampung Selatan. Di Kabupaten Way Kanan ( putra Bupati Way Kanan Agung Ilmu Mangku negara) mencalonkan diri menggantikan ayahnya. Kemudian Arisandi Dharmawan(anak Bupati Tulang Bawang ) mencalonkan diri menjadi bupati Pesawaran. Di Kota Bandar Lampung Heru Sambodo, (anak Ketua Golkar Lampung Alzier Dianis Tabrani ) membidik kursi wali kota. Di Kepulauan Riau, Aida Nasution (istri Gubernur Ismeth Abdullah) mencalonkan diri menggantikan kursi suaminya. Di Yogyakarta Sri Suryawidati(Istri Bupati Bantul Idham Samawi) tak mau kalah ketinggalan maju menjadi calon bupati meneruskan kursi suami. Di Kalimantan Timur, Awang Ferdian Hidayat, putra gubernur Awang Farouk, mencalonkan diri jadi Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), bersaing dengan Rita Widyasari anak mantan Bupati Kukar Syaukani, yang pernah dipenjara karena kasus korupsi yang kemudian dibebaskan karena dianggap mengidap sakit permanen. Pembebasan ini kemudian menuai kontroversi. Di Propinsi Jawa timur juga terjadi calon kepala daerah yang juga berasal dari ikatan keluarga dengan pejabat penguasa., misalnya di Sidoarjo, mantan Bupati Win Hendarso yang sebelumnya menyiapkan orang dekatnya , Bambang Julianto ( Kepala Dinas PU dan Bina Marga Sidoarjo) maju menjadi cabub menggantikan dirinya. Tapi , Win kelimpungan ketika Bambang meninggal. Akhirnya Win memunculkan nama istrinya sebagai calon yang di jagokan, meskipun istrinya tidak kredibel dan tidak pernah terjun ke politik, akhirnya masyarakat Sidoarjo tidak menjatuhkan pilihan pada istri Bupati, maka gagalah istri bupati memegang tahta kepemimpinan di kabupaten Sidoarjo.

Di kabupaten Kediri ada dua istri (istri tua vs istri muda) yang berebut kursi bupati menggantikan suaminya. Mereka adalah Haryanti dan Nurlaila. Haryanti adalah istri sah dari Bupati Kediri Sutrisno. Dengan statusnya ini Haryati lebih beruntung dari pada Nurlaila, karena lebih banyak dukungan dari suami. Keduanya memang bersaing untuk mencari perhatian sang suami, kalau dulu persaingan dalam merebutkan kasur sedang dalam pemilukada yang direbutkan adalah jabatan bupati. Dalam persaingan kasur tentu bupati lebih memilih Nurlaila karena lebih mudah dan masih kinyis-kinyis, tapi dalam persaingan politik untuk menduduki tahta di Kabupaten Kediri sang suami tidak main-main beliau lebih memilih yang berpengalaman dan kredibel yaitu Istri tuanya, akhirnya Haryantilah yang jadi pemenang pemegang tahta kepemimpinan di Kabupaten kediri.

Di Kabupaten tetangga kita Probolinggo ,sedang berlangsung Pemilukada yang diikuti oleh Istri dari Hasan Aminuddin, Bupati Probolinggo periode 2007 -20012. Hasan memunculkan istrinya , Puput Tantriana Sari atau sering dikenal dengan Tantri Hasan Aminuddin sebagai bakal calon (balon) bupati, begitu juga kakak kandungnya Hafidz Aminuddin ketua DPC PKB Probolinggo maju sebagai balon bupati, sehingga masyarakat Probolinggo menjuluki ”Dinasti Aminuddin”. Majunya istri dan kakak kandung Hasan Aminuddin menjadi perhatian publik di Probolinggo. Dari pengamatan saya munculnya dua candidat bacabup Probolinggo, Istri Hasan Aminuddin dan kakak kandungnya Hafidz Aminuddin akan menguntungkan dan melanggengkan ”Dinasti Aminuddin”, karena bisa memecah suara pemilih di Probolinggo, dan ini adalah bagian dari strategi politik. Tapi, kalau keduanya sama –sama berambisi untuk menjadi yang terkuat, Istri bupati, Tantri Hasan Aminuddin masih yang lebih unggul bila dibandingkan dengan Kakak iparnya. Sebab istri bupati sudah punya dua poin diatas kakak iparnya. karena sudah banyak dikenal di seluruh wilayah probolinggo, selain menjadi ketua Tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Probolinggo, kemanapun suaminya pergi beliaunya selalu mengikuti sehingga penampakan wajahnya sudah tidak asing bagi masyarakat di Probolinggo inilah Promosi “gratis” ini poin pertama. Selain itu trek rekord sang suami sudah tidak di ragukan lagi . Dua kali putaran memimpin Kabupaten Probolinggo dan membawa kemajuan yang cukup pesat bagi Kabupaten Probolinggo. Masyarakat kita masih berpandangan bahwa kesuksesan suami ”Hasan Aminuddin” tidak lepas dari pendampingan sang Istri, inilah poin kedua, yang di kantongi oleh Tantri Hasan Aminudin . Dibandingkan dengan sang Kakak ipar yang masih di bilang pendatang baru, walupun menjadi ketua DPC PKB Probolinggo. Tapi, Hasan Aminuddin harus belajar dari Pemilu kada Kabupaten Pasuruan periode 2008-2013, dimana kuda hitam pasangan Dade Angga –Edy Paripurna (DAdi), yang di dukung oleh Partai PDIP dan partai gurem atau dalam barisan PERISAI yang memenangkan pemilu. Mengalahkan Dua Pasangan, Jusbakir-Joko Cahyono (JUJUR) dan pasangan Muzammil – Jubaidi (JA-DI) . Perlu diketahui bahwa, Jusbakir, Joko, Muzammil, dan Jubaidi adalah tokok sentral di partai PKB, akibatnya dalam Pemilukada 2008-20013, suara PKB pecah jadi dua, maka menanglah si kuda hitam Pasangan Dade Angga- Edy Paripurna. Apakah kasus di pasuruan akan terulang di Kabupaten Probolinggo?. Masyarakat Probolinggo masih mengakui, “Hasan Aminuddin” sebagai Tokoh dari Partai PKB Kabupaten Probolinggo, dan dua kali menjadi bupati Kabupaten Probolinggo juga di berangkatkan dari partai PKB. Walaupun sekarang sudah menjadi ketua NASDEM Propinsi Jawa Timur, beliaunya masih tetap di tokoh kan oleh orang-orang PKB di sana. Tapi, sekarang belianya memunculkan dua orang dekatnya, maka bingunglah masyarakat pemilih yang dulu menggap Hasan Aminuddin itu orang PKB. Mau pilih Kakaknya Hafidz yang merupakan Ketua DPC PKB atau memilih istrinya . Jelas suara masyarakat yang fanatik dengan Bupati Hasan Aminuddin akan terbelah menjadi dua, maka yang di untungkan adalah kuda hitam, yaitu cabub lain.

JABATAN TURUNAN

Fenomena majunya calon kepala daerah yang mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat sebelumnya atau incumbent sebenarnya sangat ironis. Hal ini menandakan bahwa kursi kepala daerah adalah jabatan yang menguntungkan, membawa berkah dan bisa dijadikan sarana untuk mengeruk kekayaan serta melanggengkan kekuasaan untuk diturunkan kepada istri, saudara hingga anak-cucu. Karena strategi ini cukup ampuh untuk mempertahankan kekuasaan, sebab bupati yang sudah menjabat dua periode tidak bisa mencalonkan diri lagi karena dibatasi oleh aturan. Maka, jauh-jauh hari sebelum dirinya lengser harus menyiapkan ”penggantinya”. Sebenarnya tidak ada larangan keluarga pejabat incumbent yang ikut dalam bursa pencalonan Gubernur, bupati, walikota, asal kredibel dan kualified . Tapi yang dikhawatirkan adanya penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk tujuan sang calon yang notabene mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pejabat incumbent. Pemilukada saat ini penuh misteri. Di satu sisi , rakyat kian apatis dan tidak peduli sehingga tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilukada cenderung turun. Apatisme masyarakat ini justru dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu meraih jabatan dan kekayaan. Mereka adalah orang-orang yang ingin melanggengkan kekayaan dan kekuasaan agar tetap jatuh kepada garis keluarganya. Ini merupakan problem teknik pemilukada selain, problem transparansi pembentukan penyelenggara pemilu, persoalan DPT, money politik, pilkada ulang dan juga pendanaan dalam pemilu kada. Persaingan antara aristokrat (kerabat penguasa) dalam melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti politik keluarga incumbent. Regenerasi kepemimpinan politik lokal yang berbasis pada kekerabatan ini lambat tapi pasti akan menggeser isu demokrasi ke aristokrasi. Wacana politik akan kian elitis karena tak ada lagi kompetisi yang seimbang dan fair antara calon orang biasa dan ” orang luar biasa”. Calon yang mempunyai hubungan keluarga dengan incumbent pasti akan lebih diuntungkan ketimbang calon lain. Menurut Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam bukunya Patrons, Clients and Friends: Interpersonal Relations and the structure of trust in Society, ada empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elite-elite politik di suatu negara. Pertama, kepercayaan (trusty) ini lebih disebabkan karena kerabat lebih dipercaya dan tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan. Kedua, loyalitas (loyality) kerabat akan jauh memiliki loyalitas tinggi dalam konteks menjalankan semua tugas politik terutama dalam hal menjaga wibawa dan kehormatan kerabat besar ketimbang orang lain. Ketiga, solidaritas (solidarity) kerabat dipastikan jauh memiliki tingkat solidaritas yang tangguh terutama dalam menolong keluarga besar dari kebangkrutan kekuasaan dan kekayaan ketimbang mereka yang bukan dari kalangan kerabat. Keempat, proteksi (protection) ini terkait dengan model mempertahankan gengsi dan kehormatan keluarga besar. Mereka yang berasal dari keluarga yang sama akan cenderung mampu menjaga apa yang telah dimiliki keluarga ketimbang orang lain. Mewariskan jabatan atau kekuasaan politik secara prosedural melalui pelaksanaan pemilukada, apakah itu kursi gubernur, bupati atau walikota kepada istri, anak, menantu atau saudara yang hanya berputar di kalangan kerabat penguasa (incumbent) tidaklah melanggar hukum, karena tidak diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 juncto UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pemilukada. Namun praktek ini jelas melanggar etika politik, kepatuhan, dan norma umum. Karena model ini jelas akan menyumbat regenerasi calon pemimpin politik lokal berdasar pada kompetisi yang fair yang seharusnya bertumpu pada rekam jejak keilmuan, kemampuan dan integritas moral. Jangan sampai pemilukada hanya menjadi ritual demokrasi prosedural untuk melestarikan aristokrasi yang melahirkan raja-raja kecil di ”kerajaan ” daerah.

Diperlukan Proteksi Untuk itu perlu adanya aturan larangan secara formal, bahwa anggota keluarga, terutama istri dan anak petahana(incumbent) maju mencalonkan diri menjadi gubernur, bupati, walikota dan wakilnya dalam pemilu kada. Pelarangan ini sudah ditegaskan presiden SBY dalam konteks pilkada (jawa pos, 25/6). Pemerintah juga mengusulkan melalui RUU pilkada, tentang pembatasan bagi kerabat petahana untuk maju menjadi calon kepala daerah. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada akan diatur tegas tentang politik dinasti atau politik kekerabatan. ” Dalam RUU Pilkada, pemerintah ingin mewujudkan suatu kompetisi pilkada yang dinamis, namun tetap mengaktualisasikan nilai-nilai kesetaraan, dimana perlu adanya pembatasan bagi seorang calon yang merupakan keturunan atau terdapat ikatan perkawinan dengan kepala daerah petahana,” Dikatakan Menteri Dalam Negeri, Gumawan Fauzi, di Jakarta, (12/6). Gumawan, mampu menjamin suatu kompetisi yang setara, dimana seorang kepala daerah tidak memobilisasi jajaran pemerintah daerah untuk kepentingan dukungan bagi calon yang memiliki darah ” atau punya hubungan perkawinan dengan yang bersangkutan ” . Sementara itu, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, menilai politik dinasti telah merusak regenerasi. Apalagi, bila politik dinasti itu tak mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas. Penulis adalah Ex-Panwas pilkada 2008, Panwaslu Pileg & Pilpres 2009. Kabupaten Pasuruan. Alamat : Jl. Mawar 02 Ledug Prigen Pasuruan Hp : 081333954053.

(@Pantai Bentar )Rekreasi Ke Pasir Putih

(@Pantai Bentar )Angkatan Tamansiswa Prigen 2011-2012 Rekreasi Ke Pasir Putih

Tidak terasa Tahun Pelajaran 2011-2012 berakhir, padahal serasa baru kemarin tahun pelajaran 2011-2012 berlangsung. Memang waktu terasa begitu cepat berputar. Tapi bukan hal itu yang kita bahas saat ini, karena ada hal yang menggembirakan terjadi di Tamansiswa Prigen. Apakah itu??hehehe 🙂

Yup.. SMP/SMA dan juga TK Tamansiswa Prigen melakukan proses lepas pisah siswa – siswinya. Dan yang membanggakan , sekali lagi semua siswanya baik kelas IX SMP Taman Dewasa Prigen dan SMA Taman Madya Prigen Alhamsulillah lulus 100%, so pasti TK nya juga. Tapi prosesi kelulusan SMP / SMA Tamansiswa Prigen dibagi 2 acara:

Acara Pertama adalah Tasyakuran : Acara ini di adakan pada hari sabtu tanggal 26 Mei 2012, acara ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayahnya SMP /SMA Tamansiswa Prigen bisa lulus semua, dan acara ini dimulai pukul 18:00 WIB sampai jam 20.00 WIB. Acaranya cukup padat mulai dari sambutan Ketua Perguruan Ki. H.S. Abdullah Assegaff, SH, sambutan Kepala SMP Taman Dewasa Prigen Ki. Sonhaji Mutiallah, M.MPd juga sambutan dari wali murid dan murid yang lulus. o ya.. dalam acara itu juga ada pengumuman kelulusan Siswa – siswi SMP Taman Dewasa Prigen dan sekali lagi 100% Lulus. Acara semakin meriah ketika dalam acara tersebut disebutkan nama siswa yang meraih predikat siswa terbaik baik saat UN, maupun secara keseluruhan menurut nilai sekolah. Dan siswa terbaik secara keseluruhan SMP Taman Dewasa Prigen diraih oleh Khusnul Khotimah, dan peraih siswa terbaik UN SMP Taman Dewasa Prigen adalah Fandi Achmad K.J. (congratulation). sedang untuk SMA Taman Madya Prigen siswa terbaik keseluruhan adalah Wahyu Hidayati (XII IPA) dan terbaik UN IPA adalah M. Rizki Mubarok sedang UN IPS adalah Darwis Mahbubi. Dalam acara tersebut juga merupakan acara pemberian Hadiah kepada siswa berprestasi dalam hal futsal, karena mereka sudah juara III Futsal se-Kabupaten Pasuruan. Acara ini ditutup dengan pemotongan Tumpeng dan pembacaan do’a  yang selanjutnya acara ramah taman dan makan-makan antara guru, murid dan wali murid. setelah itu baru pulang kerumah masing – masing.
Keesokan harinya pukul 07.00 WIB tanggal 27 Mei 2012 para siswa yang sudah lulus baik SMP maupun SMA Tamansiswa Prigen berangkat Rekreasi bersama dengan para Pamong(Guru dan staff sekolah ) menuju Pantai Bentar dan Pantai Pasir Putih dan ini adalah Acara Kedua. Para siswa sangat antusias bahkan perjalanan yang memakan waktu selama 4 Jam tak terasa karena tingkah laku yang lucu dari para siswa . Kita berangkat dengan memakai jasa 2 Bis Pariwisata, kebetulan saat itu aku (si penulis artikel ini ) berada di Bis 2. Dalam bis itu suasananya sangat menyenangkan karena dalam bis ada Pamong yang kebetulan Hobi Karaoke… hehehe.. dialah Nyi Dwi Kurniawati, S.Pd , Beliau bersama Pak Kepala SMP Taman Dewasa Prigen bernyanyi menghibur siswanya yang berada dalam bis 2 tersebut.  Dan akhirnya kitapun tiba di Pantai Bentar disana selain beristirahat sejenak para siswa juga menikmati suasana pantai Bentar, ada yang foto-foto dan ada yang beli oleh – oleh, tak ketinggalan para pemong juga ikutan.

Setelah dua jam dipantai Bentar jam 11.00 WIB perjalanan naik bis menuju tujuan utama yaitu pantai Pasir Putih. Perjalanan menuju Pantai Pasir Putih memakan waktu 2  jam, setelah sampai barulah para siswa dan pamong bisa berekreasi menikmati pasir putih . Ada yang main di pantai, seperti berenang ada yang main pasir , naik perahu ,Sepak bola, jalan – jalan , beli souvenir, foto-foto dan makan – makan. Dan acara dipasir putih lama loh sekitar 4 jam . dan setelah jam 4 sore rombongan SMP/ SMA Tamansiswa Prigen meninggalkan Pantai pasir putih dan berhenti di pasar untuk beli oleh-oleh, lalu dilanjutkan menuju Restoran untuk makan bersama , dan hal ini disambut antusias para siswa SMP / SMA Tamansiswa Prigen. setelah itu baru kembali pulang kePrigen..

Berikut sebagaian foto-foto Tasyakuran maupun Rekreasi ke Pantai Bentar dan Pasir Putih

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Maaf klo ada yg blum diupload..  soalnya harus melalui badan sensor sekolahan heheheh… 🙂 PEACE

Acara perpisahan diluar Perguruan Tamansiswa Prigen merupakan bagian sekolah supaya para siswa bisa merasakan keberhasilannya setelah UN dan bisa mengakrabkan siswa – siswi dan Pamong sebagai bagian dari Tamansiswa Prigen. Dan bukan tidak mungkin acara ini akan terus diselenggakan karena memang acara yang tidak monoton dan bagus.. BRAVO TAMANSISWA PRIGEN 🙂 🙂 🙂 🙂 🙂

MEMBUAT MASAKAN DARI AYAM DAN TELUR

(MATERI TATA BOGA , HARI JUM’AT TG 11 MEI 2012)

PAMONG : SONHAJI MUTIALLAH, S. Pd, M. MPd

  1. SATE AYAM
    1. Bahan :

1. 750 gr dada ayam tanpa tulang

2. Tusukan sate (dapat dibuat dari lidi yang di bersihkan, kemudian diruncingkan )

3. 1 ½ sendok teh bawang goreng untuk taburan

Bumbu Perendam:

1. 3 siung bawang putih, haluskan

2. 2 sendok makan kecap manis

3. 4 sendok makan air

Saus Kacang :

1. 100 gr kacang tanah, goreng, haluskan

2. 200 ml air

3. 4 sendok makan minyak goreng

4. 2 sendok makan kecap manis

5. 2 sendok makan jeruk limau, ambil airnya.

6. 5 buah bawang merah, potong tipis melintang.

Bumbu Halus:

1. 3 buah cabai merah, buang bijinya

2. 4 butir bawang merah

3. 1 siung bawang putih

4. 5 butir kemiri

5. 1 sendok teh garam

Sambal :

  1. 2 buah cabai merah
  2. 8 buah cabai rawit
  3. ¼ sendok teh garam
  4. sendok makan air masak.
    1. Cara membuat:
  1. Potong daging ayam 2x2x3 cm, tusuk dengan tusukan sate ¾ potong per tusuk.
  2. Lumuri daging dengan bumbu perendam. Diamkan 10 menit.
  3. Campur kacang tanah dengan air, aduk. Panaskan minyak goreng, tumis bumbu halus hingga harum. Angkat, masukkan ke dalam kacang tanah, aduk. Masak saus kacang hingga agak berminyak (20/30 menit), angkat. Apabila perlu, tambahkan air secukupnya. Setelah agak dingin, tambahkan kecap, air jeruk, dan bawang merah.
  4. Untuk sambal, rebus cabai merah dan cabai rawit sampai masak, haluskan bersama garam, tambahkan air matang, aduk.
  5. Bakar sate di atas bara api, balik-balikkan agar daging ayam matang  secara merata. Taruh diatas piring saji.
  6. Hidangkan sate selagi panas bersama saus kacang, taburi bawang goreng. Sertakan sambal sesuai dengan selera. Sate bisa juga di makan dengan menambahkan kentang sayuran dan ditata sedemikian rupa .
  7. Sate siap di sajikan.
  1. AYAM GORENG TEPUNG
  1. Bahan :
    1. 1 ekor (900 gr) Ayam
    2. 2 sendok teh jahe parut
    3. 2-3 siung bawang putih, haluskan.
    4. ½ sendok teh pala bubuk.
    5. 2. sendok teh garam
    6. 3. putih telur, kocok sebentar
    7. Minyak untuk menggoreng.

Lapisan tepung :

  1. 100 gr tepung terigu
  2. 50 gr tepung kanji
  3. 1. sendok teh garam
  4. 1 sendok makan cabai bubuk
  5. ½ sendiok teh merica bubuk
  6. Cara Membuat
    1. Potong-potong ayam menjadi 8- 10 bagian. Lumuri dengan jahe parut, bawang putih, pala, garam, dan merica hingga rata. Diamkan selama 1 ½ – 2 jam dan simpan di dalam lemari es agar bumbu meresap.
    2. Campur bahan lapisan tepung, aduk rata. Celupkan ayam ke dalam putih telur, lalu gulingkan ke dalam tepung berbumbu.
    3. Celupkan potongan daging kembali ke dalam putih telur, gulingkan lagi ke dalam tepung. Balik-balikkan agar seluruh bagian tertutup tepung. Diamkan sekitar 30 menit agar tepung menempel.
    4. Panaskan minyak goreng yang banyak dalam wajan, goreng ayam hingga terendam minyak. Pakai api kecil sampai minyak gemericik saja. Balik-balikkan agar matangnya rata. Setelah kuning kecoklatan dan matang, angkat, lalu tiriskan. Untuk mengetahui ayam sudah matang atau belum, tusuklah bagian ayam yang paling tebal dagingnya. Jika air yang keluar merah, berarti ayam belum matang. Tetapi, jika airnya berwarna putih, berarti ayam sudah matang.
  1. DADAR IKAT ISI AYAM
    1. Bahan :

1. 100 gr tepung terigu

2. ½ sendok teh garam

3. 275 ml susu

4. 2 butir telur, kocok hingga bercampur

5. 2 sendok makan margarin leleh

6. lembaran daun bawang kecil untuk pengikat.

Isi :

1. 50 gr bawang bombai

2. 1 batang seledri

3. 100. gr udang

4. 50 gr keju

5. 1. sendok makan margarin

6. 100 gr daging ayam cincang

7. ½ sendok teh garam

8. 1 sendok teh gula pasir

9. ½ sendok teh merica bubuk

10. 100 ml cucu cair

11. 1 sendok teh tepung terigu, larutkan dalam sedikit air.

  1. Cara Membuat

1.Campurkan tepung terigu dan garam, tuangi susu sambil aduk hingga adonan licin. Masukkan telur kocok dan margarin leleh. Aduk. Buat lembaran dadar tipis-tipis ukuran 14 cm.

2. Cincang bawang bombai dan seledri. Kupas kulit udang kemudian cincang halus. Parut keju.

3. Panaskan margarin, tumis bawang bomnbai hingga layu, masukkan daging ayam dan udang. Aduk hingga berubah warna. Masukkan merica, garam, dan gula. Tuangi susu, masukkan keju parut, seledri cincang, dan larutkan terigu. Masukkan hingga seluruhnya matang, angkat.

4. Ambil selembar dadar, teruh 1-2 sendok makan adonan isi di atasnya katupkan pinggiran dadar jadi satu hingga bergelombang dan adonan terletak di tengahnya.

5. Ikat dengan selembar daun bawang. Hingga dengan saus cabai.

Penerimaan siswa baru tahun 2012-2013 di Perguruan Tamansiswa Cabang Prigen telah dibuka. Bagi kalian yang ingin menjadi bagian dari Tamansiswa bisa mendaftarkan diri ke Tamansiswa Prigen. Kita tahu Sekolah Tamansiswa merupakan sekolah pertama di Indonesia, dan merupakan sarana penting perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Karena itu wajiblah kita melestarikan dan meneruskan perjuangan bangsa ini melalui Tamansiswa yang merupakan warisan pejuang – perjuang bangsa Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, Tamansiswa juga terus berkembang. Terutama dalam hal pendidikan. Hal ini juga disadari oleh Tamansiswa Cabang Prigen, Oleh karena itu Tamansiswa Cabang Prigen memberikan sarana pendidikan untuk mengasah skill/ keterampilan anda yang sudah ada maupun yang masih terpendam, untuk dikembangkan dengan benar dan bermanfaat nantinya. Karena kami ingin generasi bangsa yang hebat dan bermartabat, karena kita sadar bahwa sekarang ini pendidikan terus berkembang dan budaya – budaya barat yang negatif terus menggerus budaya kita yang ketimuran. Tamansiswa Cabang Prigen yang merupakan salah satu cabang Tamansiswa, berusaha dengan tak kenal menyerah untuk mengembalikan Pendidikan kejalur yang benar dengan terus mengikuti perkembangan zaman, dikarenakan Sekolah Tamansiswa merupakan warisan dari Para Pahlawan.

Dalam perjalanannya Perguruan Tamansiswa Cabang Prigen sudah mencetak banyak sekali Talenta yang hebat seperti contohnya  dalam hal Sepak Bola: kita punya nama Roni Firmansyah yang merupakan Lulusan Tamansiswa Tahun 2000 yang pernah memperkuat Arema Malang, lalu ada nama Kusairi yang juga pernah Membela Persebaya Surabaya, Ari Noviga(PSIS Semarang) dan Roni Wahyudi (Batavia Union Jakarta). Dan baru – baru ini siswa kita juga terpilih ikut dalam Tim POPDA Kab. Pasuruan 2012 , dia adalah M.Faisal Firdausi. dan masih banyak sekali yang lain. Dalam kegiatan Ekstrakurikuler kita Punya :

  1. Pembinaan Akhlakul Karimah (Hal ini dilakukan untuk membina siswa Tamansiswa Prigen supaya nantinya mereka menjadi orang yang berakhlak mulia)
  2. Olah Raga (Sepak Bola, Futsal, Bulu Tangkis, Volley Ball dll)
  3. Computer(TI), Pramuka, Tata Biga, Seni Rupa, Jurnalistik, Seni Tari
  4. Kursus (Bahasa Inggris , Bahasa Mandarin , MC(Pembawa Acara), Perhotelan)
  5. Program Mansion (Mansion sendiri merupakan kegiatan yang diadakan pada acara/ hari – hari penting dan merupakan kegiatan kebersamaan antara Pamong (Guru dan Staff) dengan Siswa.

Fasilitas Kami meliputi :

  1. Lab. Komputer
  2. Aula Gedung Pertemuan
  3. Perpustakaan
  4. Lapangan Olahraga
  5. Gedung Representatif (berlantai 3)
  6. Ruang Pratikum Perhotelan
  7. Playground
  8. Kantin
  9. Lab. Tata Boga

Dan Khusus SMP Taman Dewasa Prigen, Tidak ada biaya Uang Gedung dan Bebas Uang SPP alias Gratis. 🙂

Sekolah Di Perguruan Tamansiswa Prigen merupakan yang paling murah dibandingkan sekolah lainnya. Karena kita sadar sekolah ini merupakan sarana untuk menciptakan generasi bangsa selanjutnya. Dan sekolah kita / Tamansiswa Cabang Prigen merupakan sekolah rakyat.

Bagi yang Ingin Daftar dan membutuhkan Formulir Pendaftaran Silakan Download Formulir Pendaftarannya Dibawa Ini  Tinggal Klik Tulisan yang bertuliskan Formulir Pendaftaran  ini (Gratis) Formulir Pendaftaran

REFLEKSI HARDIKNAS
2 MEI
OLEH : Ki. Sonhaji Mutiallah, S. Pd, M. MPd.
Pendidikan merupakan jembatan emas bagi kebangkitan dan kemajuan sebuah bangsa.Tanpa pendidikan maka bangsa akan tertinggal dengan bangsa lain, karena pendidikan  adalah dasar dari segala kehidupan.Kalau kita ngomong pendidikan, tidak lepas dari leluhur peletak dasar pendidikan di Indonesia  Yaitu , Ki Hajar Dewantara. Beliau juga pendiri Tamansiswa, Tamansiswa adalah Pendidikan Nasional, dan hal tersebut, terbukti antara lain tanggal 2 mei yang merupakan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara ( Pendiri Tamansiswa), diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Jasa pengabdian Tamansiswa terhadap dunia pendidikan nasional juga sudah tidak diragukan lagi, dan sudah tidak terhitung alumninya menduduki jabatan posisi penting baik di pemerintahan maupun sektor swasta.
Hari ini 2 mei segenap bangsa Indonesia dimanpun berada, terlebih lagi keluarga besar  Tamansiswa, dalam memperingati Hari Lahirnya, juga perlu mengenang Ki Hajar Dewantara terutama perjalanan hidupnya yang diwarnai perjuangan dan pengabdian demi meningkatkan kualitas SDM dan harkat serta martabat bangsa Indonesai di Indonesai.
Nilai-nilai semangat perjuangan Ki  Hajar Dewantara melalui Tamansiswa, harus tetap hidup. Warisan buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan harus terus digelorakan yaitu ” memajukan bangsa secara keseluruhan, tanpa membedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi”
Definisi Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup dan tumbuh kembangnya jiwa raga anak didik, agar dalam menjalani garis kodrat pribadinya serta dalam menghadapi pengaruh lingkungannya, anak didik mendapat kemajuan lahir batin
Sebagai usaha kebudayaan, pendidikan merupakan proses pelestarian dan pengembangan buah budi dan daya manusia, yaitu proses pelestarian dan pengembangan buah fikiran yang berupa ilmu pengetahuan dan tehnologi, buah perasaan yang berupa religiusitas, etika dan estetika/seni, buah kemauan yang berupa kreativitas, dan buah daya yang berupa karya karya manusia. Untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan itu Ki Hajar Dewantara menggunakan teori Trikon, yaitu :
Kontinyu, secara terus menerus dan berkesinambungan
Konvergen, memadukan budaya nasional dengan budaya asing yang dipandang
                  perlu untuk memajukan kebudayaan bangsa secara selektif dan adaptif.
Konsentris, menuju kearah kesatuan budaya dunia dengan tetap mempunyai sifat
                  kepribadian kemanusiaan.
Dari refleksi hari pendidikan kali ini kita bisa mengambil makna yang mendalam bahwa setiap warga Indonesia mempunyai hak dan kemerdekaan dalam mendapatkan pendidikan. Artinya semua warga indonesia berhak untuk memilih dan mendapatkan pendidikan. Sekarang  apa yang didapat ? pendidikan semakin mahal dan berpihak bada masyarakat yang berduit, ini jelas menyalahi konsep dari founding father pendidikan di Indonesia yaitu memajukan pendidikan secara keseluruhan, tanpa memebedakan apapaun. Semoga lembaga Tamansiswa yang merupakan salah satu warisan dari Ki Hajar Dewantara akan menjalankan konsep beliau yang sekarang mulai di tinggalkan oleh lembaga-lembaga lain. Semoga..

Ujian nasional SMP akan dilaksanakan pada 23 – 26 April 2012, dengan begitu masa tahun pelajaran 2011-2012 akan berakhir dan berganti dengan tahun pelajaran 2012-2013. Review pelajaran telah diadakan disekolah-sekolah tidak terkecuali SMP Taman Dewasa Prigen. Kami mempersiapkan dengan serius UN kali ini seperti biasanya. karena UN kali ini merupakan tolak ukur Siswa belajar selama 3 tahun terakhir. Di SMP Taman Dewasa Prigen segala persiapannya sudah dilakukan seperti melaksanakan PIB, Try Out Sekolah Maupun Try Out Dinas. Semoga SMP Taman Dewasa Prigen lulus semua .. AMIN YA ROBBAL ALLAMIN..

🙂

SMP TAMAN DEWASA PRIGEN mengadakan Couching Futshal /Pelatihan Permainan Futsal yang benar dan sesuai standar internasional.Agar pelaksanaan bisa sesuai dengan harapan maka , Kami mengundang Ahlinya,, yaitu pemain sepak bola profesional yang kebetulan juga alumni dari Perguruan Tamansiswa Prigen. Memang Perguruan Tamansiswa Prigen banyak menelurkan beberapa pemain nasional yg tersebar di beberapa club sepak bola Tanah Air, antara lain, Persekabpas, Arema, Persema, Persebaya dan club lain di Indonesia. Pada acara Couching Futsal kali ini kami mengundang beberapa pemain nasioanal, antara lain . Ali Fega, Kusairi, Rony Wahyudi dan Rony Firmansyah. Mereka di daulat untuk memberikan Ilmunya pada Siswa-Siswi SMP Taman Dewasa Prigen dan juga kami mengundang beberapa SD/MI di wilayah prigen untuk memberikan Pelatihan/pendidikan secara gratiss… adapun acara di adakan pada :

Hari/tanggal : Kamis, 12 April 2012

Pukul : 07.00 – 13.00

Tempat : Lapangan Futsal Donny Motor Candiwates

Peserta : Seluruh siswa-siswi SMP Taman Dewasa Prigen

Undangan : Seluruh SD/MI se-kecamatan Prigen wil Barat.

Acara : Pkl 07.00 – 09.00. Pertandingan antar kelas putra maupun Putri, kls VII-IX

Pkl. 09.00 – 11.00 Pemberian materi pelatihan ,oleh Rony Wahyudi dan Rony Firmansya dan    juga    dari Guru olah raga SMP Taman Dewasa Prigen Yaitu Bp Muhtar. S.Pd. :

Pkl. 11.00- 13.00. Pertandingan persahabatan antar SD/MI yang ikut pelatihan.

Tujuan : Memeberikan pendidikan/pelatihan tentang bermain futsal yang benar.

Memberikan motifasi pada Peserta pelatihan.

Mencari bibit -bibit pemain futsal yang baik..

Alhamdulillah, acara ini berjalan dengan baik dan lancar, walau berbarengan dengan kegiatan ujian sekolah siswa SD/MI, acara ini masih diikuti beberapa SD dan MI. semoga Tahun depan acara ini menjadi agenda tahunan di SMP Taman Dewasa Prigen.Atas segalah kekurangannya saya selaku Kepala sekolah SMP Taman Dewasa Prigen Dan Beberapa Panitia Penyelenggara acara Couching Futsal SMP Taman Dewasa Prigen, Mohon maaf yang sebesar-besarnya, trimakasih atas dukungan semua pihak. Salam Dan Bahagia.

Prigen, 13 April 2012

Kepala SMP Taman Dewasa Prigen

Ki. Sonhaji Mutiallah, S. Pd, M. MPd

Foto Kegiatan :

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.